Friday 21 March 2014

1. Empat Model Kurikulum

Ini Presentasi Materi pertama empat Model kurikulum yang di suguhkan oleh Saudari Isti Maryani, Sutriasih, dan Titik Sumeri






EMPAT MODEL KURIKULUM
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Kajian Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Dasar
Dosen Pengampu: Dr. Sarwi, M.Si. & Dr. Mulyono, M.Si


Oleh

Titik Sumeri                         NIM 0103513059
Sutriasih                              NIM 0103513033
Isti Maryani                          NIM 0103513066

                                               

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR KONSENTRASI PGSD
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional. Undang-undang tersebut memuat visi, misi, fungsi dan tujuan pendidikan nasional serta strategi pembangunan pendidikan nasional untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan berdaya saing dalam kehidupan global. 
Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi Pusat Kurikulum Depdiknas yang meliputi melakukan layanan profesional, menyusun model-model  kurikulum, dan melakukan kajian kebijakan kurikulum. Dalam dunia pendidikan dibutuhkan kurikulum yang membantu dalam mencapai tujuan pendidikan Nasional. Berbagai model jenis kurikulum dipakai oleh pemerintahan Indonesia dalam mencapai cita-cita bangsa yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencetak generasi penerus bangsa yang berakhlaq serta berbudi pekerti luhur. Hal ini perlu adanya kerja sama antara Pemerintah pusat, administrator, kepala kantor wilayah pendidikan, kebudayaan, serta peranan guru dalam pendidikan.
Pemilihan suatu model kurikulum bukan saja berdasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta konsep pendidikan yang digunakan. Ada empat konsep kurikulum. 
Model konsep kurikulum dari teori pendidikan klasik disebut kurikulum subjek akademis, pendidikan pribadi disebut kurikulum humanistik, dari pendidikan interaksionis disebut kurikulum rekonstruksi sosial dan dan dari teknologi pendidikan disebut kurikulum teknologis. Sedangkan sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia perlu juga kita ketahui mulai dari kurikulum 1964 sampai kurikulum 2013. Dari hal tersebut maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah empat  model konsep kurikulum ?
3. Bagaimana perkembangan kurikulum yang ada di Indonesia?
















BAB II PEMBAHASAN

A. Empat Model Konsep Kurikulum
Kurikulum merupakan rancangan  pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam  kurikulum  terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan dan perbuatan pendidikan. Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Untuk mengetahui lebih jauh berikut kami paparkan empat model konsep kurikulum.
1.     Kurikulum Subjek Akademis
Model konsep kurikulum ini adalah model yang tertua, sejak sekolah yang pertama berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini. Sampai sekarang,  walaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnyasekolah tidak dapat melepaskan tipe ini. Mengapa demikian?, kurikulum ini sangat praktis, mudah disusun, mudah digabungkan dengan tipe lain.
Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan hasil budaya masa lalu tersebut. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah  orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru. Isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu, sesuai dengan bidang disiplinnya para ahli.
Jerome Brunner dalam The process of Education menyarankan bahwa desain kurikulum hendaknya didasarkan atas struktur disiplin ilmu. Selanjutnya, ia menegaskan bahwa kurikulum suatu mata pelajaran harus diadasarkan pada pemahaman yang mendasar yang dapat diperoleh dari prinsip-prinsip yang mendasarinya dan yang memberi struktur kepada suatu disiplin ilmu.
Ada tiga pendekatan dalam perkembangan Kurikulum Subjek Akademis. Pendekatan pertama, melanjutkan stuktur pengetahuan, yang kedua adalah studi yang bersifat integratif, dalam hal ini mereka mengembangkan suatu model kurikulum yang terintegrasi (integrated kurikulum), dan pendekatan yang ketiga adalah pendekatan yang dilaksanakan sekolah-sekolah fundamentalis.
a.     Ciri-ciri kurikulum subjek akademis
Kurikulum subjek akademik mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi.
-       Tujuan kurikulum subjek akademis adalah pemberian pengetahuan yang solid dan melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”.
-       Metode yang digunakan adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi (dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai.
-       organisasi isi dalam kurikulum subjek akademis menggunakan pola-pola organisasi : correlated curriculum, unified atau concentrated curiiculum, integrated curriculum, dan problem solving curriculum.
-       Evaluasi yang digunakan adalah evaluasi yang bervariasi yang disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran.
b.     Pemilihan disiplin ilmu
Masalah besar yang dihadapi para pengembang subkjek akademis adalah bagaimana memilih materi pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Ada beberapa saran untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu :
-       Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh (comprehensiveness) dengan menekankan pada bagaimana cara menguji kebenaran atau mendapatkan pengetahuan.
-       Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility).
-       Menekankan pengetahuan dasar.
c.     Penyesuaian mata pelajaran dengan kebutuhan anak
Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan penyusunan bahan secara logis dan sistematis daripada menyelaraskan urutan bahan dengan kemampuan berpikir anak. Para ahli kurikulum subjek akademis juga memandang materi yang akan diajarkan bersifat universal, mereka mengabaikan karakteristik siswa dan kebutuhan masyarakat setempat.

2.     Kurikulum Humanistik
a.     Konsep dasar
Kurikulum humanistik deikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education) yaitu John Dewey (Progressive Education) dan JJ Rousseau (Romantic Education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Mereka bertolak dari asumsi bahwa anak adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Para pendidik humanis juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu atau anak merupakan  satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai, dll).
Ada beberapa aliran yang termasuk dalam kurikulum pendidikan hunamistik, yaitu pendidikan konfluen, kritikisme radikal, dan mistikisme modern. Penjabaran dari ketiga hal tesebuta adalah sebagai berikut.
-       Pendidikan konfluen menekankan keutuhan pribadi, individu harus merespon secara utuh (baik segi pikiran, perasaan, maupun tindakan), terhadap kesatuan yang menyeluruh dari lingkungan.
-       Kritikisme bersumber dari aliran naturalisme atau romantisme Rousseau. Mereka memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya. Pendidikan merupakan upaya untuk menciptakan situasi yang memungkinkan anak berkembang optimal.
-       Mistikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan pengembangan kepekaaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity training, yoga, meditasi, dsb.
b.     Kurikulum konfluen
Kurikulum konfluen dikembangkan oleh para ahli pendidikan konfluen, yang ingin menyatukan segi-segi afektif (sikap, perasaan, nilai) dengan segi-segi kognitif (pengetahuan). Pendidikan konfluen kurang menekankan pengetahuan yang mengandung segi afektif. Menurut mereka kurikulum tidak menyiapkan pendidikan tentang sikap, perasaan , dan nilaim yang harus dimiliki murid-murid. Kurikulum hendaknya mempersiapkan berbagai alternatif yang dapat dipilih murid-murid dalam proses bersikap, berperasaan dan memberi pertimbangan nilai.
c.     Ciri kurikulum konfluen
Kurikulum konfluen mempunyai beberapa ciri :
-       Partisipasi. Kurikulum ini menekankan partisipasi murid dalam belajar. Kegiatan belajar adalah belajar bersama melalui berbagai bentuk kegiatan kelompok.
-       Integrasi. Melalui partisipasi dalam kelompok terjadi interaksi, interpenetrasi, dan integrasi dari pemikiran, perasaan dan juga tindakan.
-       Relevansi. Isi pendidikan relevan dengan kebutuhan, minat, dan kehidupan murid karena diambil dari dunia murid oleh murid sendiri.
-       Pribadi anak. Pendidikan ini memnberi tempat utama pada pribadi anak.
-       Tujuan. Pendidikan ini bertujuan mengembangkan pribadi yang utuh, yang serasi baik di dalam dirinya maupun dengan lingkungan secara menyeluruh.
d.     Metode belajar konfluen
Para pengembang kurikulum konfluen telah menyusun kurikulum untuk berbagai bidang pengajaran. George Issac Brown memberikan 40 macam teknik pengajaran konfluen, di antaranya : dyas yang merupakan komunikasi yang efektif antara dua orang, fantasy body trips yang merupakan badan dan diri individu, rituals yaitu suatu kegiatan untuk menciptakan kebiasaan, kegiatan atau ritual baru.
Dalam memilih kegiatan belajar ada dua cara :
-       Menidentifikasi tema-tema atau topik-topik yang mengandung self jugment.
-       Materi disajikan dalam bentuk yang belum selesai (open ended), tema atau isue-isue diaharapkan muncul secara spontan dari prosedur atau perlengkapan yang ada.
e.     Karakteristik kurikulum humanistik
Kurikulum humanistik mempunyai beberapa karakteristik, berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Tujuan pendidikan bagi mereka adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat pada diri sendiri, orang lain, dan belajar.
Kurikulum humanistis menuntut menuntut hubungan yang baik antara guru dan murid.Guru tidak memaksakan sesuatu yang tidak disenangi murid. Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum humanistik menekankan integrasi, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan.
Dalam evaluasi kurikulum humanistik lebih mengutamakan proses daripada hasil. Kalau pada kurikulum subjek akademis mempunyai kriteria pencapaian, maka dalam kurikulum humanistik tidak ada kriteria. Sasaran mereka adalah perkembangan anak supaya menjadi manusia yang lebih terbuka, lebih berdiri sendiri.  Kegiatan yang mereka lakukan hendaknya bermanfaat bagi siswa. Penilainnya bersifat subjektif baik dari guru maupun para siswa.
3.     Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum rekonstruksi sosial berbeda dengan model-model kurikulum lainnya. Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan  bukan merupakan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, dan kerjasama.
Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920-an. Harold Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan-kawannya bahwa selama ini ada kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Ia menginginkan para siswa dengan pengetahuan dan konsep-konsep baru yang diperolehnya dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah sosial. Setelah diharapkan dapat menciptakan masyarakat baru yang lebih stabil.
a.     Desain kurikulum
Ciri desain kurikulum rekonstruksi sosial antara lain.
-       Asumsi. Tujuan utama kurikulum ini adalah menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia.
-       Masalah-masalah sosial yang mendesak. Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial yang mendesak.
-       Pola-pola organisasi. Pola organisasi disusun seperti sebuah roda.
b.     Komponen kurikulum
Komponen-komponen dalam kurikulum ini adalah sebagai berikut.
-       Tujuan dan isi kurikulum. Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah.
-       Metode. Dalam pengajaran rekonstruksi sosial para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya.
-       Evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi para siswa juga dilibatkan. Keterlibatan mereka terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan.
c.     Pelaksanaan pengajaran rekonstruksi sosial.
Pengajaran rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangkan potensi tersebut. Di daerah pertanian misalnya sekolah mengembangkan bidang pertanian dan peternakan, di daerah industri mengembangkan bidang-bidang industri.
Salah satu badan yang mengembangkan baik teori maupun praktik kurikulum rekonstruksi sosial adalah Paulo Freize. Mereka banyak membantu pengembangan daerah-daerah di Amerika Latin. Untuk memerangi kebodohan dan keterbelakangan mereka menggalakkan gerakan budaya akal budi (conscientization).
Harold G. Shane seorang profesor dari Universitas Indiana Amerika Serikat, mewakili teman-temannya para futurolog menggunakan perencanaan masa yang akan datang (future planning) sebagai dasar penyusunan kurikulum. Shane menyarankan para pengembang kurikulum, agar mempelajari kecenderungan (trends) perkembangan. Kecenderungan utama adalah perkembangan teknologi dengan berbagai dampaknya terhadap kondisi dan perkembangan masyarakat.
Pandangan rekonstruksi sosial berkembang karena keyakinan pada kemampuan manusia untuk membangun dunia yang lebih baik. Juga penekanannya tentang peranan ilmu dalam memecahkan masalah-masalah sosial. Beberapa kritikus pendidikan menilai pandangan ini sukar diterapkan langsung dalam kurikulum (pendidikan). Penyebabnya adalah interpretasi para ahli tentang masalah-masalah sosial berbeda. Kemampuan warga untuk ikut serta dalam pemecahan sosial juga bervariasi.

4.     Kurikulum Teknologis
Abad dua puluh ditandai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan teknologi mempengaruhi setiap bidang dan aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Sejak dahulu teknologi telah diterapkan dalam pendidikan, tetapi yang digunakan adalah teknologi sederhana seperti penggunaan papan tulis dan kapur, pena dan tinta, sabak dan grip, dll. Dewasa ini sesuai dengan tahap perkembangannya yang digunakan adalah teknologi maju, seperti audio dan video cassette, overhead projector, film slide, dan motion film, mesin pengajaran, komputer, CD-rom, dan internet.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi dibidang pendidikan, berkembang pula teknologi pendidikan. Aliran ini ada kesamaannya dengan pendidikan klasik, yaitu menekankan pada isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tetapi pada penguasaan kompetensi. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih sempit/khusus dan akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati dan diukur.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology).
1.     Ciri kurikulum teknologis
Ciri khusus kurikulum ini adalah sebagai berikut.
-       Tujuan. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional
-       Metode. Pengajaran bersifat individual, tiap siswa menghadapi serentetan tugas yang harus dikerjakannya, dan maju sesuai dengan kecepatan masing-masing. Pelaksanaan pengajaran  mengikuti langkah-langkah : penegasan tujuan, pelaksanaan pengajaran, pengetahuan tentang hasil, organisasi bahan ajar, dan evaluasi.
Program pengajaran tekologis sangat menekankan efisiensi dan efektivitas. Kurikulum ini memiliki kelebihan
-       Program dikembangkan melalui beberapa kegiatan uji coba dengan sampel-sampel dari suatu populasi yang sesuai, direvisi beberapa kali sampai standar yang diharapkan tercapai.
-       Dengan model pengajaran ini tingkat penguasaan siswa dalam standar konvensional jauh lebih tinggi dibandingkan dengan model-model lain.
-       Apalagi kalau digunakan program-program yang lebih berstruktur seperti pengajaran komputer, yang dilengkapi dengan sistem umpan balik dan bimbingan yang teratur dari dapat mempercepat dan meningkatkan penguasaan siswa.
Meskipun memiliki kelebihan-kelebihan, kurikulum ini juga memiliki keterbatasan dan kelemahan sebagai berikut.
-       Model ini terbatas kemampuannya untuk mengajarkan bahan ajar yang komplek atau membutuhkan penguasaan tingkat tinggi (analisis, sintesis, evaluasi) juga bahan ajar yang bersifat afektif.
-       Beberapa percobaan menunjukkan kemampuan siswa untuk mentransfer hasil belajar cukup rendah.
-       Pengajaran teknologis sukar untuk melayani bakat-bakat siswa belajar dengan metode-metode khusus.
-       Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh sikap mereka, bila sikapnya positif maka siswa akan berhasil, tetapi apabila sikapnya negatif tingkat penguasaannyapun relatif rendah
-       Masalah kebosanan juga berpengaruh terhadap proses belajar.
2.     Pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum ini berpegang pada beberapa kriteria, yaitu : 1) Prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain, 2) hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.
Inti dari pengembangan kurikulum  ini adalah penekanan pada kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi tertentu.
Pengembangan kurikulum teknologis terutama yang menekankan teknologi alat, perlu mempertimbangkan beberapa hal.
-  formulasi, perlu dirumuskan terlebih dahulu, apakah pengembangan alat atau media itu benar-benar diperlukan.
-  spesifikasi, diperlukan adanya spesifikasi dari alat atau media yang akan dikembangkan, baik dilihat dari segi kegunaannya maupun ketepatan penggunaannya.
- prototipe, sekuens-sekuens pengajaran perlu diujicobakan dalam bentuk prototipe-prototipe , demikian juga format media dan organisasi.
- percobaan pertama, unit-unit pengajaran diujicobakan pada sejumlah sampel siswa untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahannya.
- mencoba hasil, hasil dari pengembangan dicoba diterapkan di dalam sistem pengajaran yang berlaku. Proses pelaksanaan , hasil dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dicatat sebagai umpan balik bagi penyempurnaan selanjutnya.
2. Model Perkembangan Kurikulum di Indonesia
a. Kurikulum tahun 1964
Bersifat tradisonal yaitu pendidikan dan pengajaran dimaksudkan untuk memberi pelajaran kepada siswa dengan ciri khusus yakni:
Tujuan pembelajaran hanya memberi bekal kepada siswa agar mampu melanjutkan kejenjang selanjutnya. Pembelajaran hanya menekankan penguasaan materi saja. Pola pembelajaran satu arah (guru aktif siswa pasif) Organisasi kurikulumnya bervariasi. Khusus untuk sekolah kejuruan antara teori dan praktik dipisahkan. Mata pelajaran PAI masuk kedalam pelajaran budi pekerti.
b. Kurikulum tahun 1968
Mata pelajaran PAI yang awalnya masuk dalam pelajaran budi pekerti pada tahun 1968 resmi menjadi mata pelajaran sendiri yakni mata pelajaran PAI karna PKI dibubarkan, sehingga lebih mengarah kepada Pancasila sebagai dasar Negara RI.
c. Kurikulum tahun 1975
Adanya kurikulum yang mengajarkan bahwa pembelajaran harus memperhatikan lingkungan yang ada disekitar dimana tempat pembelajaran dilaksanakan. Kurikulum 1975 mulai mengenal PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
d. Kurikulum tahun 1984
Pola pembelajaran dua arah yakni siswa ikut aktif dalam mempelajari mata pelajaran tertentu. Kurikulum 1984 mengenal adanya sistem semester untuk jenjang SMP dan SMA sedangkan SD catur wulan (cawu).

e. Kurikulum tahun 1994
Pengembangan kurikulum pada tahun 1994 bercirikan : adanya penerapan muatan lokal, adanya konsep link and match (keterkaitan dan kesepadanan) antara pendidikan dengan dunia kerja, serta peningkatan wajib belajar yang awalnya 6 tahun menjadi 9 tahun.
f. Kurikulum tahun 1999
Karena adanya era reformasi maka Kurikulum 1999 disebut kurikulum suplemen yaitu adanya pelajaran yang bisa tetap diajarkan dan ada yang tidak yakni pelajaran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.

g. Kurikulum tahun 2004, Kurikulum Berbasis Kopetensi (KBK)
Ciri khusus KBK yakni:
1. Lebih memgutamakan kemampuan
2. Menekankan bantuan alat
3. Evaluasi lebih menekankan kepada kemampuan atau percepatan       masing-masing siswa.
4. Berbasis kinerja: lebih menekankan kinerja.
h. Kurikulum tahun 2006/2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
    (KTSP)
KTSP memberikan kebebasan pada masing – masing sekolah, KTSP memberikan kebebasan atau otonomi pada tingkat sekolah. Artinya kepada sekolah dan guru memiliki keluasan dalam mengembangkan kurikulum secara tepat dan proporsional.


i. Kurikulum 2013
Tema kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Kurikulum 2013 menganut pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, di kelas, dan di masyarakat. Proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya. Implementasi kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik, menekankan penilaian berbasis proses dan hasil. Hasil penilaian harus serasi dengan perkembangan akhlak dan karakter peserta didik sebagai makhluk individu, sosial, warga negara, dan mahkluk ciptaanTuhan YME.
Mata pelajaran dirancang terkait satu dengan yang lain dan memiliki kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti tiap kelas Semua mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama [saintifik] melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar. Materi disusun seimbang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan Pendekatan pembelajaran berdasarkan pengamatan, pertanyaan, pengumpulan data, penalaran, dan penyajian hasilnya melalui pemanfaatan berbagai sumber-sumber belajar [siswa mencari tahu].







III. PENUTUP

A.  Simpulan

            Model konsep kurikulum dari teori pendidikan klasik disebut kurikulum subjek akademis, pendidikan pribadi disebut kurikulum humanistik, dari pendidikan interaksionis disebut kurikulum rekonstruksi sosial dan dan dari teknologi pendidikan disebut kurikulum teknologis.

     Pengembangan kurikulum di Indonesia dari tahun 1964 sampai dengan kurikulum 2013, yakni dari kurikulum sistem guru mengajarkan muridnya dengan sistem satu arah (guru aktif dan murid pasif), mulai pengenalan sistem semesteran bagi SMP dan SMA dan cawu bagi tingkat dasar (SD), adanya sistem wajib belajar 9 tahun, kemudian adanya sistem kurikulum berbasis kopetisi (KBK), kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), dan kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik. Berbagai model kurikulum tersebut demi terwujudnya tujuan pendidikan di Indonesia yaitu mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan berdaya saing dalam kehidupan global. 

B. Saran

     Dalam pengembangan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi, yaitu  administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru, orang tua murid, serta tokoh masyarakat. Suatu kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi, dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembangan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Idi. 201. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Ar-Ruzz Media: Jogjakarta
Nana Syaodih Sukmadinata, 2000, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya: Bandung,
S. Nasution. 1993. Pengembangan Kurikulum. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung
Sukiman Danang. 2006. Telaah Kurikulum. Pustaka: Jakarta.
Haris Kurniawan. 2012. Model Pengembangan Kurikulum.           Retrieved 16 Maret 2014 from http://wawanhariskurnia.blogspot.com/2012/12/model-pengembangankurikulum_5.html



 kalau mau sedot here




Top of Form

No comments:

Post a Comment