Tuesday 16 December 2014

CARA MENGATASI MALWARE GADIS MABUK YOUTUBR

Tertarik dengan kemintatolongan salah seorang rekan saya ketika akun Facebooknya tiba2 memposting video fulgar di youtube.
Penampakannya adalah sebagai berikut;



Pertama anda harus menghindari kepanikan karena hal itu bisa sebetulnya bisa dihindari tanpa menghapus akun facebook anda.

beberapa langkahnya yang saya copy dari

http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/12/cara-mengatasi-malware-gadis-mabuk-di-facebook

adalah sebagai berikut;

1. Buka peramban Google Chrome.
2. Akses Chrome Extension dengan mengetik: chrome://extensions.
3. Cari ekstensi dengan nama "Atas Berita" atau ekstensi lain yang dianggap mencurigakan.
4. Klik gambar tempat sampah di sebelah kanan dan klik tombol Hapus pada kotak "Konfirmasi Penghapusan".
5. Restart Google Chrome.

Setelah menjalankan langkah-langkah di atas, gantilah segera pasword facebook anda.

Terimakasih...

Monday 15 December 2014

CARA MELIHAT PENGUMUMAN CPNS 2014

Malam saudara...
Semoga tetap dalam lindungan gusti... Aminnn

Hati terasa dag  dig dug kalau sedang suasana menunggu., Menunggu apapun itu. Tidak terkecuali saat ini, ketika saya sedang menanti PENGUMUMAN CPNS 2014. Namun selalu bingung ketika mencarinya. Setelah mutar muter mencari dan mencari tentang PENGUMUMAN CPNS 2014 atau PENGUMUMAN CPNSD 2014 di google, agak bikin pusiang kepala. Semakin bingung dan bingung. Ada beberapa blog yang berjudul PENGUMUMAN CPNS 2014 namun setelah dibuka hanya zonk belaka. Situs Resmi dari pemerintahpun tidak tahu harus mulai dari mana

Pernah bebarapa minggu yang lalu link tersebut sudah ketemu tapi ternyata lupa lagi dan harus mencari dari awal lagi. Tapi untuk malam ini, itu tidak akan terulang. Sudah saya bulatkan tekad untuk menyimpan link tersebut di blog ini. Yah karena saya menyadari kekurangan diri. Pelupa berat mesti serba ditulis, dialarm dan sebagainya. he7x.. malah curcol.

PENGUMUMAN CPNS 2014 yang resmi dilangsir oleh situs pemerintah kemenpan yang alamatnya di www.menpan.go.id. Namun disana juga banyak menunya yang mesti kita teliti dalam memilih dan memilahnya. 


Dari pada terlalu panjang karena takut nyaingin panjangnya jalan hidupku lets cekidot linknya yang langsung menuju pengumumannya  bisa click disini http://www.menpan.go.id/publikasi/unduh-dokumen-2/pengumuman/seleksi-cpns-2014, copas aja biar kagak ilang lagi.

Adapun prosedurnya adalah :
1. Jika dari anda membuka dari halaman awal (www.menpan.go.id). tampilannya adalah sebagai berikut ;

2. Arahkan scrol kebawah sampai terlihat seperti gambar dan klik yang saya tandai merah. Berikut gambarnya;



3. Setelah diklik akan muncul gambar seperti dibawah ini;


4. Anda harus melakukan proses download untuk melihat PENGUMUAN CPNS 2014 tersebut.
5. Caranya adalah Pilih Pengumuma CPNS 2014, kota mana atau Formasi yang anda inginkan lalu klik tombol download yang berwarna hijau, . 
6. Setelah diklik akan muncul tampilan seperti berikut;
7. Klik tombol download (dilingkari merah) untuk menyimpan dan melihat pengumuman cpns 2014 resmi
5. Tunggu hingga proses download selesai dan tersimpan di folder download anda
6. Pastikan komputer anda sudah terinstal program pembukan pdf. karena file downloadtan berbentuk pdf.
7. Selamat anda berhasil mendownload dan silahkan lihat pengumuman cpns 2014 resmi tersebut

Terimakasih untuk meluangkan waktu melihat tulisan saya kali ini. Bila anda berkenan mengkritik dan bertanya langsung di kolom koment saja. 

See you next adventure



Friday 12 December 2014

APLIKASI RAPORT DARI KEMENDIKBUD


Direktorat Pembinaan SD Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah resmi meluncurkan aplikasi penilaian Kurikulum 2013 (K-13). Aplikasi rapor K-13 SD ini dapat digunakan oleh sekolah untuk melakukan penilaian terhadap siswa. Aplikasi ini adalah aplikasi gratis untuk semua sekolah.

Karena terhubung dengan Data Pokok Pendidikan (dapodik) sekolah, aplikasi resmi rapor K-13 dari Kemdikbud ini hanya bisa dipasang pada komputer yang telah terinstal aplikasi dapodik sekolah. Aplikasi pengolah nilai K-13 SD dapat didownload di laman website resmi Direktorat Pembinaan SD Kemdikbud, aplikasi dapat didownload di sini.

Sebelum dijalankan, aplikasi rapor SD ini harus disinkronkan terlebih dahulu dengan dapodik. Hal ini untuk pengisian data sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) atau guru, rombongan belajar dan siswa. Username dan password default dari aplikasi ini adalah nomor NUPTK dari guru. Setelah berhasil login, guru dapat mengganti password.

Sebagai data awal, aplikasi ini sudah dilengkapi dengan kompentensi dasar dan indikator sebagaimana tercantum pada buku guru K-13. Aplikasi rapor akan mengolah nilai indikator menjadi nilai kompetensi dasar. Aplikasi rapor akan menyeleksi kompetensi dasar yang menonjol positif dan negatif untuk setiap siswa dan mencetak penilaian deskripsi. 

12/
Berikut ini tampilannya 


Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2014/12/download-aplikasi-rapor-k-13-sd-dari-kemdikbud.html#ixzz3Lkekrc2Q

Tuesday 9 December 2014

GURU OH GURU...

Sore kawan, daripada pusing mending nulis. Dan hasilnyapun awut-awutan.. kwakkk.. piss

GURU OH GURU

Walau sedikit memincingkan asumsi ketika melihat tayangan yang berjudul “

"2020Future - Trends, Inventions & Technology For The Next 7 Years"” atau “Watch your day in 2020” di youtube jauh dan begitu terasa berat untuk bangsa indonesia mencapainya. Dan bahkan kurun waktu 5 tahun silam saja kata “internet” masih sangat asing dan mungkin tidak akrab di telinga para pencetak generasi. Apalagi didaerah pedalaman seperti tempat kami. Dan mungkin fenomena tersebut tidak hanya berlaku ditempat kami saja, karena ternyata di daerah perkotaan yang hingar bingarnya non-predikteble juga mengalami hal serupa.


Namun kita harus optimis akan adanya loncatan yang luar biasa. Yang akan mengguncang dan menggetarkan “pendulum teknologi” kita. Dan terbuktilah. Beberapa tahun terakhir ini saja hal ihwal mengenai teknologi informasi sudah serasa begitu akrab dan melekat bagi para guru. Semakin menggema. Apalagi sejak adanya program yang dikeluarkan pemerintah sebagai media untuk pendataan, seperti DAPODIKDAS, PADAMUNEGERI, ataupun BIOSYSTEM. Program tersebut harus dilaksanakan oleh guru dan harus menggunakan teknologi Inforamsi dengan sistem komputerisasi. Hal tersebut terasa pil pahit yang mau tidak mau harus ditelan oleh guru-guru di Indonesia sebagai obat untuk “buta teknologi”. Khususnya bagi guru yang ditasbihkan oleh sekolahanya untuk menjadi operator sekolah. Secara berlahan dan merangkak walau dengan segala penolakan dan permasalahnnya, akhirnya paling tidak ada satu orang guru di sekolahan yang menguasai teknologi. Dengan begitu, diharapkan akan menularkan ke guru-guru yang lain.

Dan akselerasipun terjadi. Banyak dari guru-guru sekarang yang sudah menguasai teknologi Informasi. Bahkan pegangan merekapun sudah luar biasa. Apa karena hanya sekedar gengsi atau apa, hampir setiap guru sudah mempunyai peralatan teknologi yang terkini dan berfitur lengkap. Mulai dari telfon genggam, leptop hybrid hingga tablet yang mereka punyai adalah keluaran terkini. Sehingga dengan mudahnya mereka berinternet ria. Dan mampu menjelajah dunia dengan menjentikan jari saja tanpa melangkah sejengkalpun. Hal ini tentunya butuh konsekuensi yang tidak hanya ditelan mentah-mentah sebagai kebanggan, keberhasilan bahkan suatu kemajuan. Karena Berdasarkan survey data dari..... negara Indonesia tercinta ini berada diperingkat ketiga sebagai negara yang penduduknya paling sering dan paling banyak mengkses internet. Kita patut berbangga akan hal itu. Namun pencapaian tersebut dinilai 0, karena kebanyakan yang diakses hal-hal yang dinilai sebagai hal yang tidak ilmiah. Banyak yang hanya berkutat pada media sosial saja, dan bahkan konten-konten yang cenderung negatif.

Tidak terkecuali para guru yang notabene melek informatikanya diterjemahkan sebagai hal yang positif dan dapat membantu mengupgrade proses pendidikan yang tidak lain bermuara pada meningkatkan derajat bangsa. Tapi apakah itu sudah tercapai dengan sempurna?, rasanya belum. Melihat kenyataan banyak forum-forum, group-group di internet dan atau di media sosial seperti facebook, twitter, BBM, dan media lainya berisikan guru-guru. Tapi apa yang mereka tayangkan dan update bukan sesuatu yang mendidik, bahkan terkesan ikut-ikutan terjerembab pada hal-hal yang jauh dari hal yang merusak. Seperti halnya lubang hitam yang tarik-menariknya suatu hal tersebut mengakibatkan sebuah lubang kelam yang akan merenggut kesemuanya.

Pandangan masyarakat terhadap guru mengendor dan semakin memudar. Dahulu mereka yang mendewa-dewakan sosok guru, memundakkan pengharapn mereka ke guru, mengganggap guru itu adalah seorang manusia super yang tangguh, rendah hati, ikhlas, patut ditiru, dieluk-elukan dan sebagainya. Menguap begitu saja tanpa bekas. Mereka lupa akan siapa mereka sebenarnya, tentang fungsi mereka dicetak dan diciptakan oleh pemerintah. Apakah karena memang invidualistis para guru sendiri yang bobrok? apa karena sistem rekruitmenya yang busuk?. Yang senyatanya guru yang dimaktubkan tidak melek informatika, dan tidak lebih pandai, seperti produk SPG dahulu terasa lebih pantas disebut guru ketimbang saya dan para guru lainnya produk dari Universitas ataupun Insintut Pendidikan sekarang.

Guru sebagai media pencetak saja seperti itu?. Apakah “yang dicetak” nantinya akan menjadi sesuatu yang sempurna?. Mungkin kemurahan Alloh saja jika ada seklumit dari sekian. Sungguh singularitas yang luar biasa.

Karena hal tersebutlah mungkin seorang Guru Besar dan mantan rektor sebuah Universitas Pendidikan yang cukup terkenal di Indonesia menggagas ide. Kalau sebaiknya lembaga pencetak guru dikemas selayaknya akademi yang mencetak POLISI, ABRI, atau semacamnya. Para calon guru akan digemlbeng sedemikian rupa sehingga nantinya akan menjadi “guru generasi emas”. Yang mampu membabat segala belukar problematika pendidikan. Itu harapanya.  Mungkin akan berhasil seperti di negeri Korea sana. Tapi apakah SDM kita akan mampu?, atau jangan-jangan malah akan menimbulkan suatu kebusukan lain seperti kasus-kasus yang terjadi di IPDN?, entahlah. Yang jelas mungkin para guru di Indonesia ini perlu memiliki suatu landasan yang disebut sebagai landasan Filosofis. Alasan mengapa para guru perlu memiliki landasan filosofis pendidikan. Pertama karena pendidikan bersifat normatif, oleh sebab itu dalam suatu rangka pendidikan diperlukan suatu panduan, acuan atau pondasi yang bersifat objektif, prespektif  atau normatif. Landasan Filsafat pendidikan yang bersifat prespektif atau normatif ini akan memberikan petunjuk tentang apa yang seharusnya ada dalam pendidikan atau apa yang dicita-citakan dalam pendidikan. Kedua bahwa pendidikan tidak hanya cukup dipahami melalui pendekatan yang bersifat parsial dan deskriptif saja, melainkan perlu dipandang secara holistik pula.

Kejanggalan itu mungkin tidak akan terurai jika saja para guru paham,  memahami dan mengaplikasikan kedalam dunia pendidikan “supersimetri theory”-nya Stephen W. Hawking.



 


Bambang Sujarwo
Guru Pengabdian di SDN 01 Notogiwang
Kec. Paninggaran Kab. Pekalongan

benk2kartoon@gmail.com

Thursday 4 December 2014

Jurnal International tentang ABK

Berikut adalah dua jurnal Internasional mengenai ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Dua jurnal international tentang ABK ini diberikan oleh Bapak Nugroho sebagai tugas presentasi hari ini (Jumat, 05 Desember 2014). Adapun Jurnal tentang ABK ini dapat di download sini. Terimakasih
Salam hangat untuk kalian yang luar biasa....

untuk Terjemahan Jurnal yang kedua kurang lebih adalah berikut, cekidot;...

The ERIC Clearinghouse on Disabilities and Gifted Education (ERIC EC)
E-mail:
webmaster@hoagiesgifted.org
Internet:
http://eric.hoagiesgifted.org

ERIC/OSEP Digest #E630
Author: Stephen W. Smith
August 2002

For any teacher, managing student behavior in the classroom can be difficult and complex, but when successful, teachers may find behavior management professionally rewarding. Often, however, managing student behavior is personally involving and professionally frustrating. Students of all ages will sometimes engage in behavior that includes disrespect for authority, hyperactivity and inattention, lack of self-control, and sometimes aggression. Behavioral excesses and deficits detract from learning opportunities and preclude positive peer relationships. Despite the best efforts, teachers and school administrators are continuously looking for behavior management programs that can be implemented school-wide for all students along with specific interventions that can help those students who need more attention.

Untuk setiap guru, memanaje perilaku siswa di dalam kelas bisa jadi sulit dan kompleks, namun ketika itu berhasil, guru dapat menemukan manajemen profesional mengenai perilaku yang sangat bermanfaat. Seringkali, bagaimanapun, mengelola perilaku siswa secara pribadi dan profesional bisa menjadikan frustasi. Siswa dari segala usia kadang-kadang akan terlibat dalam perilaku semisasl tidak menghormati otoritas, hiperaktif dan tidak memperhatikan, kurangnya pengendalian diri, dan kadang-kadang agresfi. perilaku yang melampui batas dan kurang bisa mengurangi kesempatan belajar dan menghalangi hubungan positif dengan teman sebaya. Meskipun dengan upaya terbaik dari guru dan warga sekolah harus terus mencari program manajemen perilaku yang dapat diterapkan di seluruh sekolah, untuk semua siswa bersama dengan intervensi tertentu yang dapat membantu para peserta didik yang membutuhkan perhatian lebih.

Cognitive-Behavioral Interventions
Kognitif - Intervensi perilaku

Cognitive-behavioral interventions (CBI) can be a viable approach for teachers to remediate behavioral deficits and excesses by providing students with the tools necessary to control their own behavior. CBIs involve teaching the use of inner speech ("self-talk") to modify underlying cognitions that affect overt behavior (Mahoney, 1974; Meichenbaum, 1977). Since theorists consider the internalization of self-statements fundamental to developing self-control, deficient or maladaptive self-statements are viewed as contributing to negative beliefs about oneself, which can contribute significantly to childhood behavior problems, including aggression. Kendall (1993) noted that cognitive-behavioral techniques for the remediation of social deficits can incorporate cognitive, behavioral, emotive, and developmental strategies, using rewards, modeling, role-plays, and self-evaluation. As such, a student's cognition about social situations encountered throughout the school day can be examined and modified through verbal self-regulation (i.e., using self-talk to guide problem solving or some other behavior).
Intervensi kognitif-perilaku (CBI) dapat menjadi pendekatan yang layak bagi guru untuk memulihkan defisit perilaku dan ekses dengan menyediakan peralatan yang dapat  mengendalikan perilaku mereka sendiri. CBI melibatkan mengajar dengan penggunaan kata-kata hati ("self-talk") untuk memodifikasi kognisi yang mendasari pengaruh perilaku terbuka (Mahoney, 1974; Meichenbaum, 1977). Karena para teoretikus mempertimbangkan internalisasi diri sebagai pernyataan mendasar untuk mengembangkan kontrol diri, pernyataan diri kurang atau maladaptif dipandang sebagai kontribusi terhadap keyakinan negatif mengenai diri sendiri, yang dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap masalah perilaku anak-anak, termasuk sifat agresfi. Kendall (1993) mencatat bahwa teknik kognitif-perilaku untuk remediasi defisit sosial dapat menggabungkan strategi kognitif, perilaku, emosi, dan perkembangan, menggunakan hadiah, model, permainan peran, dan evaluasi diri. Dengan demikian, kognisi siswa tentang situasi sosial yang dihadapi sepanjang hari sekolah dapat diperiksa dan dimodifikasi melalui pengaturan-diri secara verbal (yaitu, menggunakan berbicara-dalam hati untuk memandu pemecahan masalah atau perilaku lain).

CBI incorporates behavior therapy (e.g., modeling, feedback, reinforcement) and cognitive mediation (e.g., think-alouds) to build what can be called a new "coping template." For example, not hitting or pushing a peer when teased can be mediated by inner speech such as "That makes me mad, but first I need to calm down and think about this." The fundamental assumption of a CBI is that overt behavior (e.g., hitting or pushing a peer when teased) is mediated by cognitive events (e.g., "I'm going to let him have it") and that individuals can influence cognitive events to change behavior. Cognitive strategies incorporate a "how-to-think" framework for students to use when modifying behavior rather than any explicit "what-to-think" instruction from a teacher. Most important is that CBIs are student-operated systems, thus allowing students to generalize their newly learned behavior much more than teacher-operated systems that rely on external reward and punishment procedures (Harris & Pressley, 1991).
CBI dimasukkan sebagai terapi perilaku (misalnya, pemodelan, umpan balik, penguatan) dan mediasi kognitif (misalnya, berpikir-keras) untuk membangun apa yang bisa disebut baru "template mengatasi." Misalnya, tidak memukul atau mendorong rekan ketika menggoda dapat dimediasi oleh berbicara dalam hari seperti "Itu membuat saya marah, tapi pertama-tama saya harus menenangkan diri dan berpikir tentang hal ini." Asumsi dasar dari CBI adalah bahwa perilaku terbuka (misalnya, memukul atau mendorong rekan ketika menggoda) dimediasi oleh peristiwa kognitif (misalnya, "Aku akan membiarkannya") dan bahwa individu dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa kognitif untuk mengubah perilaku. Strategi kognitif menggabungkan kerangka " berpikir-untuk-bagaimana " bagi siswa untuk menggunakannya ketika memodifikasi perilaku daripada secara jelas " berpiki-untuk-apa- " instruksi dari guru. Paling penting adalah bahwa CBI merupakan sistem operasi oleh siswa, sehingga memungkinkan siswa untuk menggeneralisasi perilaku mereka yang baru belajar lebih dari operasi sistem guru yang mengandalkan prosedur hadiah dan hukuman (Harris & Pressley, 1991).

Adult or expert modeling is considered basic to the cognitive-behavioral perspective. Meichenbaum& Goodman's (1971) seminal study compared the effects of modeling alone with the effects of modeling and self-instructional training, a type of CBI, on decreasing impulsive behavior. The results supported the superiority of a combined approach. Thus, it is important for teachers to model the behavioral and, especially, the cognitive skills they are teaching. For example, teachers can "think out loud" as they talk about how they might handle their own anger ("What she just said makes me really angry, but I won't say anything now. I'll talk to her later"), evaluate the outcome ("I'm glad I didn't say anything. It turned out to be just a misunderstanding"), and learn from experience. A teacher's explanation of the cognitive strategies they use and their metacognitive awareness of those strategies (i.e., thinking about their thinking) serve as a powerful model for students to emulate.
Dewasa ini atau modeling ahli dianggap seabagai dasar kognitif- perspektif perilaku. Meichenbaum & Goodman (1971) studi seminalis membandingkan efek modeling saja dengan efek dari pemodelan dan instruksional pelatihan diri, jenis CBI, pada penurunan perilaku impulsif (tiba-tibar berubah). Hasilnya menunjukan keunggulan pendekatan gabungan. Dengan demikian, penting bagi guru untuk mengggunakan model perilaku dan, terutama, keterampilan kognitif harus mereka ajarkan. Sebagai contoh, guru dapat "berpikir keras" ketika mereka berbicara tentang bagaimana mereka dapat menangani kemarahan mereka sendiri ("Apa dia hanya mengatakan membuat saya benar-benar marah, tapi aku tidak akan mengatakan apa-apa sekarang. Saya akan berbicara dengannya nanti") , mengevaluasi hasil ("aku senang aku tidak mengatakan apa-apa. ternyata hanya kesalahpahaman"), dan belajar dari pengalaman. Penjelasan seorang guru dari strategi kognitif yang mereka gunakan dan kesadaran metakognitif mereka strategi tersebut (yaitu, berpikir tentang pemikiran mereka) menjadi model yang kuat bagi siswa untuk meniru.

Research on Cognitive-Behavioral Interventions
Penelitian tentang Intervensi Cognitive Behavioral-

There is an emerging research base on CBIs. Cognitive-behavioral strategies have ameliorated social deficits, including aggression and disruption (cf. Etscheidt, 1991; Smith, Siegel, O'Connor, & Thomas, 1994). More recent studies of the characteristics of aggressive children and the effects of CBIs indicate that teaching students cognitive strategies can decrease hyperactivity/impulsivity and disruption/aggression and strengthen pro-social behavior (see Conduct Problems Prevention Research Group (CPPRG),1999; Robinson, Smith, Miller, & Brownell, 1999).
Ada basis penelitian yang muncul pada CBIS. Strategi kognitif-perilaku telah diperbaiki defisit sosial, termasuk agresi dan gangguan (lih Etscheidt, 1991; Smith, Siegel, O'Connor, & Thomas, 1994). Studi terbaru yang lebih dari karakteristik anak yang agresif dan efek CBIS menunjukkan bahwa mengajar siswa strategi kognitif dapat menurunkan hiperaktif / impulsif dan gangguan / agresi dan memperkuat perilaku pro-sosial (lihat Perilaku Masalah Prevention Research Group (CPPRG), 1999; Robinson, Smith, Miller, & Brownell, 1999).

An Example of a CBI
Contoh dari CBI

In 1991, Susan Etscheidt wanted to know if a specific CBI could decrease the aggressive behaviors of students with EBD as compared to students who did not receive the instruction. She also wanted to determine if the addition of a positive consequence (e.g., listening to music at the end of class) would further enhance the effectiveness of the CBI.
Pada tahun 1991, Susan Etscheidt ingin tahu apakah CBI tertentu bisa mengurangi perilaku agresif siswa dengan EBD dibandingkan dengan siswa yang tidak menerima instruksi. Dia juga ingin menentukan apakah penambahan konsekuensi positif (misalnya, mendengarkan musik pada akhir kelas) akan lebih meningkatkan efektivitas CBI.

Etscheidt's program components were adapted from the Lochman, Nelson, and Sims (1981) Anger Coping Program, which provides students with a way to change aggressive responses into appropriate alternatives by modifying their thinking processes regarding the circumstances surrounding certain situations. The instruction also assists students in developing, evaluating, and selecting appropriate alternative responses. Etscheidt's goals included increasing self-awareness; identifying a student's reaction to peer influences; providing avenues to identify problem situations; and using problem-solving techniques to identify, evaluate, and select alternative solutions for a specific social situation.
Komponen program Etscheidt yang diadaptasi dari Lochman, Nelson, dan Sims (1981) Kemarahan Program Coping, yang menyediakan siswa dengan cara mengubah respon agresif menjadi alternatif yang sesuai dengan memodifikasi proses pemikiran mereka mengenai keadaan sekitar situasi tertentu. Instruksi juga membantu siswa dalam mengembangkan, mengevaluasi, dan memilih respon alternatif yang tepat. Tujuan Etscheidt sudah termasuk meningkatkan kesadaran diri; mengidentifikasi reaksi siswa untuk rekan pengaruh; memberikan jalan untuk mengidentifikasi situasi masalah; dan menggunakan teknik pemecahan masalah untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memilih solusi alternatif untuk situasi sosial tertentu.

In Etscheidt's program, students used the following sequential strategy when approaching a problem situation:
  1. Stop and think before acting. Students are taught to restrain aggressive responses through the use of covert speech.
  2. Identify the problem. The students are required to distinguish the specific aspects of a problematic situation that may elicit an aggressive response.
  3. Develop alternative solutions. Students generate at least two alternative solutions to a problematic situation:
    • thinking about something else until able to relax; and/or
    • moving to another location in the room to avoid further provocation.
  4. Evaluate the consequences of possible solutions. Students assessed the benefits of each possible solution.
  5. Select and implement a solution. The students carried out the selected alternative.
   Dalam program Etscheidt itu, siswa menggunakan strategi berurutan berikut saat mendekati situasi masalah:
1. Berhenti dan berpikir sebelum bertindak. Siswa diajarkan untuk menahan respon agresif melalui penggunaan pidato rahasia.
2. Identifikasi masalah. Para siswa diminta untuk membedakan aspek-aspek tertentu dari situasi bermasalah yang dapat menimbulkan respon agresif.
3. Mengembangkan solusi alternatif. Siswa menghasilkan setidaknya dua solusi alternatif untuk situasi bermasalah:
    o memikirkan sesuatu yang lain sampai bisa rileks; dan / atau 
   o pindah ke lokasi lain di dalam ruangan untuk menghindari provokasi lebih lanjut.
4. Mengevaluasi konsekuensi dari solusi yang mungkin. Mahasiswa menilai manfaat dari setiap solusi yang mungkin.
5. Pilih dan menerapkan solusi. Para siswa melaksanakan alternatif yang dipilih.

Etscheidt employed three comparison groups. The first group received the CBI, the second group received the CBI and the positive consequence, and the third group (control) received neither the CBI nor the positive consequence.
Etscheidt mempekerjakan tiga kelompok pembanding. Kelompok pertama menerima CBI, kelompok kedua menerima CBI dan konsekuensi positif, dan kelompok ketiga (kontrol) menerima tidak CBI maupun konsekuensi positif.

The results indicated that the two groups who received the CBI demonstrated more self-control than the control group students. In fact, the students in the control group exhibited significantly more aggressive behaviors than those who received the training. Finally, Etscheidt found that the addition of a positive consequence did not significantly increase the effectiveness of the CBI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua kelompok yang menerima CBI menunjukkan lebih mengendalikan diri daripada siswa kelompok kontrol. Bahkan, para siswa pada kelompok kontrol menunjukkan perilaku secara signifikan lebih agresif daripada mereka yang menerima pelatihan. Akhirnya, Etscheidt menemukan bahwa penambahan konsekuensi positif tidak signifikan meningkatkan efektivitas CBI.

Another Example
CoNTOH Lain

Researchers at the University of Florida are studying the effects of a CBI, the Tools for Getting Along: Teaching Students to Problem Solve curriculum, on 4th and 5th grade students who exhibit behavioral problems. It has been found that the curriculum can help students reduce their aggression and classroom disruption and the effects can be maintained. The curriculum was designed to help students learn to find positive solutions to social problems. The curriculum was designed using a problem-solving framework focused on understanding and dealing with frustration and anger, since anger is a frequent correlate of disruptive and aggressive behavior and can be preceded by frustration. The lessons include anger management and problem-solving concepts similar to Etscheidt's program in which students use a sequential strategy when approaching a problem situation. Also included are direct instruction, modeling, guided practice, and independent practice for skill development, along with opportunities for skill generalization.
Para peneliti di University of Florida sedang mempelajari efek dari CBI, Tools untuk Mendapatkan Seiring: Mengajar Siswa untuk Masalah Memecahkan kurikulum, pada tanggal 4 dan kelas 5 siswa yang menunjukkan masalah perilaku. Telah ditemukan bahwa kurikulum dapat membantu siswa mengurangi agresi dan kelas mereka gangguan dan efek dapat dipertahankan. Kurikulum ini dirancang untuk membantu siswa belajar untuk menemukan solusi positif untuk masalah sosial. Kurikulum dirancang dengan menggunakan kerangka pemecahan masalah difokuskan pada pemahaman dan berurusan dengan frustrasi dan kemarahan, karena kemarahan adalah berkorelasi sering perilaku mengganggu dan agresif dan dapat didahului dengan frustrasi. Pelajaran meliputi manajemen kemarahan dan konsep pemecahan masalah yang sama dengan program Etscheidt di mana siswa menggunakan strategi berurutan ketika mendekati situasi masalah. Juga termasuk instruksi langsung, pemodelan, praktek dipandu, dan praktek independen untuk pengembangan keterampilan, bersama dengan kesempatan untuk keterampilan generalisasi.

Teachers who use Tools for Getting Along help students develop self-management of behavior through the purposeful manipulation of overt speech and eventually, the use of covert verbalizations. The use of paired or small-group learning, opportunities to enhance generalization by having students solve real life problems, and a self-monitored point system to reward participation are also encouraged. For example, a "Tool Kit" provides students with cumulative review, practice, and periodic opportunities to relate learned concepts to their experiences at home or school. Teachers instruct students to self-assign points for completing the Tool Kit and participating appropriately in class.
Guru yang menggunakan Alat untuk Mendapatkan Seiring bantuan siswa mengembangkan manajemen diri dari perilaku melalui manipulasi tujuan pidato terbuka dan akhirnya, penggunaan verbalizations rahasia. Penggunaan pasangan atau kelompok kecil belajar, kesempatan untuk meningkatkan generalisasi dengan memiliki siswa memecahkan masalah kehidupan nyata, dan sistem poin diri dimonitor untuk menghargai partisipasi juga didorong. Misalnya, "Tool Kit" memberikan siswa dengan kumulatif review, praktek, dan peluang periodik untuk berhubungan konsep belajar dengan pengalaman mereka di rumah atau sekolah. Guru menginstruksikan siswa untuk poin diri assign untuk menyelesaikan Tool Kit dan berpartisipasi tepat di kelas.

Formal lessons range from 30-40 minutes and are taught 2-3 times per week. Following an overview of the general, step-by-step problem-solving approach in Lesson One, three lessons are devoted to problem recognition, a necessary first step in any problem-solving skill sequence. In the curriculum, problem recognition includes recognizing anger in oneself and others and understanding how anger and frustration can create and/or exacerbate problems. Lessons Five and Six detail step two strategies to prevent the escalation of frustration and anger and to engage students' cognition (i.e., "calm down and think"). The remaining lessons cover the steps of problem definition, solution generation, strategy selection, and outcome evaluation. A total of 20 lessons cover the 6 problem-solving steps. Each lesson begins with a cumulative review and ends with an opportunity to practice learned skills.
Pelajaran formal berkisar dari 30-40 menit dan diajarkan 2-3 kali per minggu. Setelah gambaran dari umum, langkah-demi-langkah pendekatan dalam Pelajaran Satu pemecahan masalah, tiga pelajaran yang dikhususkan untuk pengenalan masalah, langkah pertama yang diperlukan dalam urutan keterampilan pemecahan masalah. Dalam kurikulum, pengakuan masalah termasuk mengakui kemarahan dalam diri sendiri dan orang lain dan memahami bagaimana kemarahan dan frustrasi dapat membuat dan / atau memperburuk masalah. Pelajaran Lima dan Enam detil langkah dua strategi untuk mencegah eskalasi frustrasi dan kemarahan dan untuk terlibat kognisi siswa (yaitu, "tenang dan berpikir"). Pelajaran selanjutnya mencakup langkah-langkah definisi masalah, solusi generasi, pemilihan strategi, dan evaluasi hasil. Sebanyak 20 pelajaran mencakup 6 langkah pemecahan masalah. Setiap pelajaran dimulai dengan review kumulatif dan berakhir dengan kesempatan untuk berlatih keterampilan yang dipelajari.

There is a need for innovative methods to teach children to control their own behavior especially when adults are not around to monitor their activities. As teachers continue to teach in diverse classrooms, behavior management will always be a significant part of the school day. Cognitive-behavioral interventions can be used by teachers to provide students with methods to successfully control their own behavior. CBI may offer a viable method for assisting students to become more independent, thus creating better learning environments with higher levels of safety.
Ada kebutuhan untuk metode inovatif untuk mengajar anak-anak untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri terutama ketika dewasa tidak sekitar untuk memantau kegiatan mereka. Sebagai guru terus mengajar di kelas yang beragam, manajemen perilaku akan selalu menjadi bagian penting dari hari sekolah. Intervensi kognitif-perilaku dapat digunakan oleh guru untuk memberikan siswa dengan metode untuk berhasil mengendalikan perilaku mereka sendiri. CBI dapat menawarkan metode yang layak untuk membantu siswa untuk menjadi lebih mandiri, sehingga menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik dengan tingkat yang lebih tinggi keamanan.
References
Conduct Problems Prevention Research Group. (1999). Initial impact of the Fast Track prevention trial for conduct problems: I. The high-risk sample. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 67, 631-647.
Harris, K. R., & Pressley, M. (1991). The nature of cognitive strategy instruction: Interactive strategy construction. Exceptional Children, 57, 392-404.
Etscheidt, S. (1991). Reducing aggressive behavior and increasing self control. A cognitive-behavioral training program for behaviorally disordered adolescents.Behavioral Disorders, 16, 107-115.
Kendall, P. C. (1993). Cognitive-behavioral therapies with youth: Guiding theory, current status, and emerging developments. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 61, 235-247.
Lochman, J. E., Nelson, W. M., & Sims, J. P. (1981).A cognitive-behavioral program for use with aggressive children.Journal of Clinical Child Psychology, 10, 146-148.
Mahoney, M. J. (1974). Cognitive and behavior modification. Cambridge, MS: Ballinger.
Meichenbaum, D. H. (1977). Cognitive-behavior modification: An integrative approach. New York: Plenum Press.
Meichenbaum, D. H., & Goodman, J. (1971). Training impulsive children to talk to themselves: A means of developing self-control. Journal of Abnormal Psychology, 77, 115-126.
Robinson, T. R., Smith, S. W., Miller, M. D., & Brownell, M. T. (1999). Cognitive behavior modification of hyperactivity/impulsivity and aggression: A meta-analysis of school-based studies. Journal of Educational Psychology, 91,195-203.
Smith, S. W., Siegel, E.M., O'Connor, A. M., & Thomas, S. B. (1994).Effects of cognitive-behavioral training on aggressive acts and anger behavior of three elementary-aged students.Behavioral Disorders, 19, 126-135.
 
ERIC/OSEP Digests are in the public domain and may be freely reproduced and disseminated, but please acknowledge your source. This publication was prepared with funding from the Office of Special Education Programs, U.S. Department of Education, under contract no. ED-99-CO-0026. The opinions expressed in this report do not necessarily reflect the positions or policies of OSEP or the Department of Education.




Friday 7 November 2014

KELOMPOK ANALISIS FILM "Taare Zameen Par" MK. ABK

Sista Brada ini daftar kelompok untuk mata kuliah ABK yang rencananya akan di presentasikan pada tanggal 15 November 2014, jadi segera saja diselesaikan dan yang clear agar langsung dihajar..

Deskripsi tugasnya kurang lebih adalah dengan melihat, meresapi dan menganalisis tiap-tiap sceen yang ditampilkan dan apa-apa yang terjadi pada film "Taare Zameen Par".

KEL 1
KEL 2
NITA
NISYA
DWIJANA
ASIH 
DIAN
TITIK
TIWI
LILIK


KEL 3
KEL 4
KEL 5
TATANG
BAMBANG
ISTI
WIWIK
BEKTI
TEGUH
UMI
RINDANG
NOFI
MASKURI
FATUR
FARINKA
SINGGANG
ANGGIT
IRFAN


Adapun sinopsisnya adalah sebagai berikut


Film ini mengisahkan seorang anak yang bernama Awasthi Ihsan (Darshel safary) yang mengalami Disleksia, dimana ia mempunyai dunianya sendiri, suka berimajinasi, dan seorang anak yang pemberani. Dan juga sebagai seorang anak yang mengalami Disleksia dengan ciri-ciri : tidak dapat melihat huruf dan angka dengan benar dalam penglihatannya huruf dan angka seperti sedang menari-nari dan selalu menari-nari di pelupuk matanya sehingga anak disleksia tidak dapat membaca dan tidak dapat menulis dengan benar.
Ihsaan sering mendapatkan tekanan. Dari teman-temannya, dari orang tuannya, dari guru-gurunya, mereka tidak memahami kondisi ihsaan yang sebenarnya mengalami disleksia. Ihsaan selalu mendapatkan nilai buruk disekolahnya, ia pernah bolos dari sekolah dan akibat perbuatangnya dia akan di krim ke asrama, mendengar keputusan dari ayahnya itu Ihsaan menjadi defresi. Dan akhirnya ia tetap di kirim ke asrama.
Diasrama barunya Ihsaan di perlakukan sama dengan di sekolah lamanya, setiap guru yang mengajarnya tidak ada yang mengerti kondisi yang di alami oleh Ihsaan. Di asrama ini Ihsaan sering mendapatkan tekanan dari guru-gurunya dan teman-temannya. Di sekolah baru / asrama oleh gurunya Ihsaan diminta untuk menerjemahkan isi dari sebuah puisi yang dibacakan temannya, tapi gurunya tidak suka dengan pendapatnya, padahal Ihsan menjelaskan isi puisi tersebut dengan sangat benar, berdasarkan pendapatnya. Dengan perlakuan kasar yang di berikan guru-gurunya Ihsan menjadi lebih defresi lagi, ia membuang semua buku-bukunya dan selalu merasa ketakutan, ia merasa dirinya tidak ada yang peduli, merasa sendiri, dan hilangnya percaya diri.
Hingga datang seorang guru yang enerjik mengajar kesekolah tersebut. Ia bernama Ram Shankar Nikumbh (Amir Khan). Ram Shankar Nikumbh adalah sebagai guru pengganti di sekolah itu dan dia juga mengajar di sebuah sekolah yang menangani Anak Berkebutuhan Khusus. Pada awalnya Ram tidak begitu memperhatikan Ihsaan tapi lama-kelamaan ia mulai memperhatikan Ihsaan. Melihat kondisi ihsaan Ram prihatin. Ram merasa Ihsan sedang membutuhkan bantuan itu dia lihat dari sorot pandang mata Ihsan. Hingga akhirnya ia mendatangi rumah orang tuanya ihsaan untuk mendapatkan beberapa informasi yang ia butuhkan.
Disana Ram melihat semua tulisan ihsaan, dan sangat terkejut sekali ketika ia melihat lukisan-lukisan Ihsan yang sangat indah dan mengandung makna. Ihsaan mengungkapkan perasaannya lewat lukisan-lukisan yang ia buat. Ram meminta bukubuku Ihsan yang dahulu di keluarka dan ia pun mendapati bahwa tulisan Ihsan mempunyai kesalahan yang sama pada setiap bukunya, seperti : tertukarnya hurup b dengan d, terbaliknya tulisan hurup s dan R, menulis hurup h dan t seperti menulis di balik cermin, dan kesalahan-kesalahan dalam menuliskan ejaan bila di dikte. Ram berpendapat bahwa Ihsaan mengalami kesulitan dalam mengenali huruf, menurt Ram, Ihsan tidak dapat membaca tulisan dan tidak dapat mengenali karakter dari setiap tulisan, jadi dia tidak mengerti apa artinya. Ram mengatakan kepada kedua orang tua Ihsan, bahwa orang yang mengalami kesulitan dalam membaca dan menulis disebut Disleksia.
Ciri-ciri Disleksia menurut Ram adalah :
1. Kesulitan dalam mengikuti beberapa instruksi
2. Tidak dapat menggunakan motorik halusnya dengan baik, seperti kesulitan dalam mengancingkan bajunya, atau mengikat tali sepatunya.
3. Tidak dapat menghubungkan ukuran, jarak dan kecepatan, seperti tidak dapat menangkap lemparan bola.
4. Tidak dapat melakukan hal-hal yang seharusnya dapat di lakukan oleh anak seusianya.
Bila anak mengalami hal-hal di atas maka rasa percaya diri anak tersebut akan hilang, sering melakukan pemberontakan. Dan anak tersebut akan menyembunyikan segala kekurangannya dengan ketidak taatan dan senang membuat kerusuhan dimana saja. Dan tidak mau mengakui bahwa “ia tidak bisa” tetapi ia akan mengatakan “”aku tidak mau”.
Ibunya Ihsaan bertanya mengapa harus Ihsaan?
Disleksia dapat terjadi kepada siapa saja, kadang-kadang disebabkan oleh faktor genetik, bisa juga karena terdapat masalah pada sinep-sinep otak anak tersebut. Meskipun demikian setiap anak disleksia mempunyai pemikiran yang tajam dan mempunyai imajinasi yang kuat dan mereka adalah orang yang berbakat bahkan lebih berbakat dari orang-orang normal.
Setelah mengerti masalah yang dihadapi Ihsaan, Ram menceritakan kepada Ihsaan dan teman-temannya didalam kelasnya beberapa kisah tentang orang-orang yang pernah mengalami Disleksia yang tidak dapat membaca dan menulis namun mereka berusaha dengan keras untuk mencoba belajar dan memahami tentang hurup walaupun huruf-huruf atau kata-kata itu adalah musuh bagi orang-orang Disleksia, menurut orang-orang disleksia huruf-huruf itu bagaikan menari-nari di pelupuk matanya dan begitu menakutkan dan menyiksa diri mereka, otak mereka penuh dengan hal-hal yang tidak mungkin, alfabet seperti sedang menari di ruang disko begitu anggapan mereka. Orang-orang menertawakan anak-anak yang mengalami Disleksia karena anak-anak Disleksia umumnya suka memikirkan / melamuni hal-hal yang tidak masuk akal, walaupun seperti itu mereka tetap berani menghadapinya, siapa sangka anak-anak Disleksia tersebut akan menjadi orang-orang besar dan terkenal dengan pemikiran-pemikiran anehnya, siapa saja orang-orann yang terkenal tersebut? diantaranya :
1. Albert Einstein, seorang ilmuan besar populer dengan teori-teorinya yang menakjubkan. Seperti teori Relativitas.
2. Leonardo Da Vinci, pencipta Helikoptor pada abad ke 15. 400 tahun sebelum adanya pesawat. Lionardo menulis seperti menulis dibalik cermin (semua tulisannya terbalik).
3. Thomas Alva Edison, seorang penemu listrik.
4. Abhishek Bachchan, seorang artis terkenal di India.
5. Pablo Picasso, seorang pelukis terkenal, ia tidak pernah memahami angka 7
6. Walt Disney, pencipta kartun Mickey Mouse, ia kesulitan dalam membaca maka dia menuangkan kehidupan kedalam dunia kartun.
7. Neil Diamon, penyanyi terkenal.
8. Agatha Christie, seorang penulis buku misteri.
Ram memberikan cerita-cerita ini agar Ihsan termotivasi untuk maju dan berani dalam menghadapi segala kesulitan yang dia hadapi. Ram juga mengatakan kepada Ihsan bahwa ia pun dahulu mengalami hal yang sama dengan orang-orang yang dia ceritakan. Semua harapan Ram terjawab dengan apa yang dilakukan oleh Ihsan, Ia membuat sebuah kapal kecil yang dapat bergerak di air, semua itu karena Ihsan memang memiliki daya imajinasi yang kuat.
Menurut Ram, Ihsan adalah siswa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Hanya saja dia membutuhkan sedikit bantuan, menurut Ram semua anak di dunia ini memiliki hak yang sama untuk belajar, tak perduli dengan kekurangan yang mereka miliki. Sesuai dengan hukum negara “pendidikan untuk semua skema” dimana hukum ini memberikan hak yang sama di dalam dunia pendidikan.
Dan ia pun memulai mengajarkan ihlan dengan penuh kesabarannya, Ram mengajarkan Ihsan 2 atau 3 jam dalam minggu, pelatihan-pelatihan yang dilakukan Ram sebagai berikut :
1. Untuk sementara materi ejaan di abaikan,
2. Ihsan hanya di uji secara lisan saja,
3. Ihsan diajarkan menulis huruf di atas pasir,
4. Menulis huruf diatas kulit (sebagai indra peraba),
5. Bermain warna, dengan mencontoh bentuk huruf,
6. Bermain playdoo, membentuk beberapa karakter dengan playdoo,
7. Menggambar angka besar di papan kotak-kotak,
8. Meronce,
9. Memberikan rekaman suara yang sesuai dengan tulisan yang di berikan kepada Ihsan, agar Ihsan dapat belajar membaca dengan mengikuti nada sura dan melihat tulisan,
Dengan bantua-bantuan tersebut akhirnya Ihsan dapat membaca dan menulis.
Sedangkan untuk pelajaran matematika Ram memberikan materi sebagai berikut :
1. Ihsan diminta menaiki dan menuruni tangga sesuai dengan angka yang ada di tangga dan sesuai dengan intruksi yang di berikan oleh Ram, disini Ram mengajarkan penjumlahan dan pengurangan.
2. Ram juga mengajak Ihsan untuk bermain Game di komputer, itu untuk mengembangkan trik-trik dalam menyelesaikan masalah.
Semua itu dilakukan Ram terhadap Ihsaan, sehingga Ihsaan secara perlahan tapi pasti dapat membaca, menulis dan berhitung, sebuah penanganan yang menakjubkan dari usaha seorang guru dalam mengajarkan anak didiknya.
Ram mengadakan perlombaan melukis, dan ia mengajak semua kalangan untuk berpartisipasi pada perlombaan tersebut, mulai dari semua anak didik, guru-guru dan semua orang. Dan semua orang mengikuti perlombaan tersebut tak terkecuali Ihsan. Dan di akhir perlombaan Ihsaan dan Ram lah yang menjadi pemenang, karena lukisan mereka berdua lah yang paling bagus. Tapi pemenangnya tetap Ihsan dengan alasan tidak mungkin seorang guru menang dari muridnya.
KESIMPULAN :
Dari melihat film ini saya menyimpulkan bahwa gangguan Disleksia tidak bersifat permanen karena Disleksia dapat di sembuhkan dengan memberi perhatian yang lebih, memberikan kasih dan sayang, menumbuhkan rasa percaya diri, dan anak diajarkan dengan cara atau metode yang sesuai dengan yang di butuhkan anak Disleksia
PESAN :
Pesan yang saya dapat dari film ini :
1. Jangan memandang kepintaran (kecerdasan) seorang anak dari CALISTUNG (Baca, Tulis dan Berhitung) nya, karena masih banyak lagi jenis kecerdasan yang lain.
2. Terimalah kondisi anak, bila memang anak anda tersebut tergolong Anak Berkebutuhan Khusus.
3. Berilah perhatian kepada anak yang mengalami Disleksia atau pun anak yang tergolong ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) yang lain.
4. Bawalah suasana belajar anak kedalam suasana bermain, karena dunia anak adalah dunia bermain.
KESAN :
Kesan yang saya dapat setelah menyaksikan film ini adalah :
1. Saya mendapat pelajaran yang baru dalam memahami dunia anak.
2. Film ini di kemas sangat apik sehingga mudah untuk di pahami maksud dan tujuannya.
HARAPAN :
1. Semoga banyak yang menyaksikan film ini, karena film ini syarat akan makna yang terkandung didalamnya.
2. Semoga dengan adanya film ini, para orang tua tidak lagi membebani anak usia dinidengan CALISTUNG.
3. Semoga dengan film ini para guru dapat mempraktikkan apa yang dilakukan oleh Ram, bila ia mendapati murid yang Disleksia.
4. Semoga dengan adanya film ini akan menambahkan orang-orang yang peduli dengan anak-anak ABK (Anak Berkebutuha Khusus).
bila anda ingin melihat film Taare Zameen Par silahkan buka link film ini
http://www.youtube.com/watch?v=M2LzznkG5Bg&feature=endscreen&NR=1