Tuesday 9 December 2014

GURU OH GURU...

Sore kawan, daripada pusing mending nulis. Dan hasilnyapun awut-awutan.. kwakkk.. piss

GURU OH GURU

Walau sedikit memincingkan asumsi ketika melihat tayangan yang berjudul “

"2020Future - Trends, Inventions & Technology For The Next 7 Years"” atau “Watch your day in 2020” di youtube jauh dan begitu terasa berat untuk bangsa indonesia mencapainya. Dan bahkan kurun waktu 5 tahun silam saja kata “internet” masih sangat asing dan mungkin tidak akrab di telinga para pencetak generasi. Apalagi didaerah pedalaman seperti tempat kami. Dan mungkin fenomena tersebut tidak hanya berlaku ditempat kami saja, karena ternyata di daerah perkotaan yang hingar bingarnya non-predikteble juga mengalami hal serupa.


Namun kita harus optimis akan adanya loncatan yang luar biasa. Yang akan mengguncang dan menggetarkan “pendulum teknologi” kita. Dan terbuktilah. Beberapa tahun terakhir ini saja hal ihwal mengenai teknologi informasi sudah serasa begitu akrab dan melekat bagi para guru. Semakin menggema. Apalagi sejak adanya program yang dikeluarkan pemerintah sebagai media untuk pendataan, seperti DAPODIKDAS, PADAMUNEGERI, ataupun BIOSYSTEM. Program tersebut harus dilaksanakan oleh guru dan harus menggunakan teknologi Inforamsi dengan sistem komputerisasi. Hal tersebut terasa pil pahit yang mau tidak mau harus ditelan oleh guru-guru di Indonesia sebagai obat untuk “buta teknologi”. Khususnya bagi guru yang ditasbihkan oleh sekolahanya untuk menjadi operator sekolah. Secara berlahan dan merangkak walau dengan segala penolakan dan permasalahnnya, akhirnya paling tidak ada satu orang guru di sekolahan yang menguasai teknologi. Dengan begitu, diharapkan akan menularkan ke guru-guru yang lain.

Dan akselerasipun terjadi. Banyak dari guru-guru sekarang yang sudah menguasai teknologi Informasi. Bahkan pegangan merekapun sudah luar biasa. Apa karena hanya sekedar gengsi atau apa, hampir setiap guru sudah mempunyai peralatan teknologi yang terkini dan berfitur lengkap. Mulai dari telfon genggam, leptop hybrid hingga tablet yang mereka punyai adalah keluaran terkini. Sehingga dengan mudahnya mereka berinternet ria. Dan mampu menjelajah dunia dengan menjentikan jari saja tanpa melangkah sejengkalpun. Hal ini tentunya butuh konsekuensi yang tidak hanya ditelan mentah-mentah sebagai kebanggan, keberhasilan bahkan suatu kemajuan. Karena Berdasarkan survey data dari..... negara Indonesia tercinta ini berada diperingkat ketiga sebagai negara yang penduduknya paling sering dan paling banyak mengkses internet. Kita patut berbangga akan hal itu. Namun pencapaian tersebut dinilai 0, karena kebanyakan yang diakses hal-hal yang dinilai sebagai hal yang tidak ilmiah. Banyak yang hanya berkutat pada media sosial saja, dan bahkan konten-konten yang cenderung negatif.

Tidak terkecuali para guru yang notabene melek informatikanya diterjemahkan sebagai hal yang positif dan dapat membantu mengupgrade proses pendidikan yang tidak lain bermuara pada meningkatkan derajat bangsa. Tapi apakah itu sudah tercapai dengan sempurna?, rasanya belum. Melihat kenyataan banyak forum-forum, group-group di internet dan atau di media sosial seperti facebook, twitter, BBM, dan media lainya berisikan guru-guru. Tapi apa yang mereka tayangkan dan update bukan sesuatu yang mendidik, bahkan terkesan ikut-ikutan terjerembab pada hal-hal yang jauh dari hal yang merusak. Seperti halnya lubang hitam yang tarik-menariknya suatu hal tersebut mengakibatkan sebuah lubang kelam yang akan merenggut kesemuanya.

Pandangan masyarakat terhadap guru mengendor dan semakin memudar. Dahulu mereka yang mendewa-dewakan sosok guru, memundakkan pengharapn mereka ke guru, mengganggap guru itu adalah seorang manusia super yang tangguh, rendah hati, ikhlas, patut ditiru, dieluk-elukan dan sebagainya. Menguap begitu saja tanpa bekas. Mereka lupa akan siapa mereka sebenarnya, tentang fungsi mereka dicetak dan diciptakan oleh pemerintah. Apakah karena memang invidualistis para guru sendiri yang bobrok? apa karena sistem rekruitmenya yang busuk?. Yang senyatanya guru yang dimaktubkan tidak melek informatika, dan tidak lebih pandai, seperti produk SPG dahulu terasa lebih pantas disebut guru ketimbang saya dan para guru lainnya produk dari Universitas ataupun Insintut Pendidikan sekarang.

Guru sebagai media pencetak saja seperti itu?. Apakah “yang dicetak” nantinya akan menjadi sesuatu yang sempurna?. Mungkin kemurahan Alloh saja jika ada seklumit dari sekian. Sungguh singularitas yang luar biasa.

Karena hal tersebutlah mungkin seorang Guru Besar dan mantan rektor sebuah Universitas Pendidikan yang cukup terkenal di Indonesia menggagas ide. Kalau sebaiknya lembaga pencetak guru dikemas selayaknya akademi yang mencetak POLISI, ABRI, atau semacamnya. Para calon guru akan digemlbeng sedemikian rupa sehingga nantinya akan menjadi “guru generasi emas”. Yang mampu membabat segala belukar problematika pendidikan. Itu harapanya.  Mungkin akan berhasil seperti di negeri Korea sana. Tapi apakah SDM kita akan mampu?, atau jangan-jangan malah akan menimbulkan suatu kebusukan lain seperti kasus-kasus yang terjadi di IPDN?, entahlah. Yang jelas mungkin para guru di Indonesia ini perlu memiliki suatu landasan yang disebut sebagai landasan Filosofis. Alasan mengapa para guru perlu memiliki landasan filosofis pendidikan. Pertama karena pendidikan bersifat normatif, oleh sebab itu dalam suatu rangka pendidikan diperlukan suatu panduan, acuan atau pondasi yang bersifat objektif, prespektif  atau normatif. Landasan Filsafat pendidikan yang bersifat prespektif atau normatif ini akan memberikan petunjuk tentang apa yang seharusnya ada dalam pendidikan atau apa yang dicita-citakan dalam pendidikan. Kedua bahwa pendidikan tidak hanya cukup dipahami melalui pendekatan yang bersifat parsial dan deskriptif saja, melainkan perlu dipandang secara holistik pula.

Kejanggalan itu mungkin tidak akan terurai jika saja para guru paham,  memahami dan mengaplikasikan kedalam dunia pendidikan “supersimetri theory”-nya Stephen W. Hawking.



 


Bambang Sujarwo
Guru Pengabdian di SDN 01 Notogiwang
Kec. Paninggaran Kab. Pekalongan

benk2kartoon@gmail.com

No comments:

Post a Comment