Friday 16 May 2014

MEMAKNAI SKOR TES


MEMAKNAI SKOR TES

Disusun Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Asesmen Pendidikan Dasar
 Dosen Pengampu :
Dr. Ali Sunarso, M.Pd

Disusun Oleh:
 Bambang Sujarwo                ( 0103513081 )
Farinka Nurahma Azizah    (0103513071)


PROGRAM PASCA SARJANA
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2014








Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas cucuran kemudahan dan keluasan pikiran yang diberikan-Nya atas selesainya makalah ini. Melalui makalah ini, kami berharap akan menambah pengetahuan dan kemantapan hati pada perjalanan menempuh magister PGSD di Pascasarjana UNNES ini. Lebih khusus terhadap Mata Kuliah Asesmen Pendidikan Dasar di semesster II ini. Dan bersyukurlah bila ada seklumit manfaat bagi rekan-rekan pembaca.

Kami  akan merasa tersanjung jika dalam penulisan ini akan ada penyempurnaan dari pembaca. Karena dengan begitulah makalah kami ini akan menjadi sesuatau yang lebih baik, dan guna kesempurnaan pada makalah kami yang selanjutnya. Berikutnya kami berharap semoga makalah ini dapat menghantarkan kesempurnaan bagi kita Amin...

Akhir ucap kami selaku penyusun tak hentinya melantunkan terimakasih dan terimakasih atas kesediaan pembaca meluangkan waktu untuk berkutat dengan makalah kami.


Wassalamu’allaikum Wr. Wb.


Semarang, Maret  2014

Penyusun,



            BAB I            
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk Satuan Pendidikan Dasar (Tahun 2013 Semester I&II) dijelaskan bahwa “Tujuan Pendidikan Dasar adalah meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan,kepribadian, akhlaq mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.” Untuk menjawab pertanyaan tentunya butuh alat. Dan alat untuk mengetahui itu semua adalah dengan adanya Asesmen. Lebih lanjut pemerintah Indonesia telah mengatur kesemuanya itu. Diantaranya tertuang pada UU Sisdiknas 2003, Bab XVI yang menerangkan tentang Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi. Khusnya pada pasal 57 & Pasal 58. Selain itu tentang penilaian dalam pendidikan juga tersurat pada Salinan Lampiran Permendikbud No. 66 th 2013 tentang Stkitar Penilaian.
Setelah kita melakukan kegiatan tes terhadap siswa kegiatan berikutnya adalah memberikan skor pada setiap lembar jawaban siswa. Sebelum melakukan tes, sebaiknya Kita sudah menyusun teknik pemberian skor (penskoran). Bahkan sebaiknya Kita sudah berpikir strategi pemberian skor sejak perumusan kalimat pada setiap butir soal. Pada kegiatan belajar ini akan disajikan pemberian skor pada tes domain kognitif, afektif, dan psikomotor sesuai dengan pedoman yang telah dikeluarkan oleh Diknas (2004) yang telah dimodifikasi. Membuat pedoman penskoran sangat diperlukan, terutama untuk soal bentuk uraian dalam tes domain kognitif supaya subjektivitas Kita dalam memberikan skor dapat diperkecil. Pedoman menyusun skor juga akan sangat penting ketika Kita melakukan tes domain afektif dan psikomotor peserta didik. Karena sejak tes belum dimulai, Kita harus dapat menentukan ukuran-ukuran sikap dan pilihan tindakan dari peserta didik dalam menguasai kompetensi yang dipersyaratkan.
a)      Apa saja ranah hasil belajar?
b)      Apa deskripsi kualitatif untuk skor?
c)      Apa Pengertian dari Penilaian Acuan Patokan (PAP)?
d)     Apa Pengertian dari Penilaian Acuan Patokan (PAP)?

BAB II
Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu; ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Secara eksplisit ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap mata pelajaran selalu mengandung ketiga ranah tersebut, namun penekanannya selalu berbeda. Mata pelajaran praktek lebih menekankan pada ranah psikomotor, sedangkan mata pelajaran pemahaman konsep lebih menekankan pada ranah kognitif. Namun kedua ranah tersebut mengandung ranah afektif.
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya. Ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Sedangkan ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.
Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yangmengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai.
Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai (grade).
 Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari angka-angka dari setiap butir soal yang telah di jawab dengan benar, dengan mempertimbangkan bobot jawaban betulnya. ( Mali El-Bustani)
 Maka Penskoring adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka. Skor adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa. Skor maksimum tidak selalu tetap, karena ditentukan berdasarkan atas banyak serta bobot soal-soal tesnya. Seorang siswa yang memperoleh skor 40 bagi tes yang menghendaki skor maksimum 40, mempunyai arti bahwa siswa tersebut sudah menguasai 100% dari tujuan instruksional khusus yang dirancang oleh guru. Akan tetapi jika skor 40 tersebut diperoleh dari pengerjaan soal tes yang menghendaki skor maksimum 100, maka skor 40 mencerminkan 40% penguasaan tujuan saja. Dengan demikian maka angka 40 yang diperoleh oleh seorang siswa setelah ia selesai mengikuti sebuah tes, belum berbicara apa-apa sebelum diketahui berapa skor maksimum yang diharapkan jika siswa tersebut dapat mengerjakannya dengan sempurna. Angka 40 ini disebut skor mentah.
Skor sebenarnya (true score) seringkali juga disebut dengan istilah skor universe – skor alam (universe score), adalah nilai hipotesis yang sangat tergantung dari perbedaan individu berkenaan dengan pengetahuan yang dimiliki secara tetap. Sebagai contoh, apabila seseorang diminta untuk mengerjakan sebuah tes berulang-ulang, maka rata-rata dari hasil tersebut menggambarkan resultan dari variasi hasil yang tidak ajek. Inilah gambaran mengenai skor sebenarnya. Akan tetapi, di dalam praktek tentu tidak mungkin bahwa penilai minta kepada peserta tes untuk mengerjakan sebuah tes secara berulang-ulang. Gambaran ini hanya untuk menunjukkan contoh saja dalam menjelaskan pengertian skor sebenarnya. Perbedaan antara skor yang diperoleh dengan skor sebenarnya, disebut dengan istilah kesalahan dalam pengukuran atau kesalahan skor, atau dibalik skor kesalahan. Hubungan antara ketiga macam skor tersebut adalah sebagai berikut:
Skor yang diperoleh = skor sebenarnya + skor kesalahan
Dalam menskor atau menentukan angka, dapat digunakan 3 macam alat bantu yaitu :
1.       Pembantu menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban
2.       Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci skoring
3.       Pembantu menentukan angka, disebut pedoman penilaian
Adapun pada umumnya, pengolahan data hasil tes menggunakan bantuan statistik. Menurut Zainal Arifin (2006) dalam pengolahan data hasil test menggunakan empat langkah pokok yang harus di tempuh.
1)   Menskor, yaitu memperoleh skor mentah dari tiga jenis alat bantu, yaitu kunci jawaban, kunci scoring dan pedoman konversi.
2)   Mengubah skor mentah menjadi skor stkitar
3)   Menkonversikan skor sekitar kedalam nilai
4)   Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan realibilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index) dan daya pembeda.

1.      Skala 0 – 10
           Dalam penggunaan skala 10, skor aktual siswa ditransfer ke dalam 10 kelompok nilai, yaitu: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Skala 10 ini dipakai di sekolah sesuai dengan anjuran pada kurikulum 1975, bahwa seorang siswa yang sudah belajar tidak mungkin pengetahuannya tidak bertambah, apalagi berkurang. Oleh karena itu, nilai 0 (nol) ditiadakan. sehingga memungkinkan bagi guru untuk penilaian yang lebih halus. Dalam skala 1-10, guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 tersebut kemudian dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4 (selisih hamper 1) akan keluar di rapor dalam satu wajah, yaitu angka 6.
2.      Skala 0 – 100
Memang diseyogyakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan menggunakan skala 1-10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukkan penilaian yang agak kasar. Ada sebenarnya hasil prestasi yang berada diantara kedua angka bulat itu. Untuk itulah maka dengan menggunakan skala 1-100, dimungkinkan melakukan penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalam skala 1-10 yang biasanya dibulatkan menjadi 6, dalam akala 1-100 ini boleh dituliskan dengan 55 dan 64. Nilai dengan menggunakan skala seratus disebut skor T yang bergerak pada interval 0 sampai dengan 100. Nilai dengan menggunakan skala 100 ini didasari oleh nilai z.
3.      Skala baku (skor Z dan skor T )
Skala baku (stkitar) disebut juga skala z, dan nilainya disebut nilai baku atau nilai z. Dasarnya adalah kurva normal baku yang memiliki nilai rerata = 0 dan simpangan baku s = 1.z
4.      Skala Huruf (skala lima)
Skala lima disebut juga dengan skala huruf karena nilai akhir tidak dinyatakan dengan angka (bilangan), malainkan dengan huruf A, B, C, D, dan E. Beberapa pakar evaluasi pendidikan ada pula yang menggunakan huruf F (failure) arai huruf G (gagal) sebagai pengganti nilai E.

1.      Penskoran pada bentuk soal pilihan Ganda
           Cara penskoran tes bentuk pilihan ganda ada tiga macam, yaitu: pertama penskoran tanpa ada koreksi jawaban, penskoran ada koreksi jawaban, dan penskoran dengan butir beda bobot.
a)     Penskoran tanpa koreksi, yaitu penskoran dengan cara setiap butir soal yang dijawab benar mendapat nilai satu (tergantung dari bobot butir soal), sehingga jumlah skor yang diperoleh peserta didik adalah dengan menghitung banyaknya butir soal yang dijawab benar. Rumusnya sebagai berikut.
Skor = B/N x 100 (skala 0-100)
Ket :          B = banyaknya butir yang dijawab benar
                                    N = adalah banyaknya butir soal
Contohnya adalah sebagai berikut :
Pada suatu soal tes ada 50 butir, Budi menjawab benar 25 butir, maka skor yang dicapai Budi adalah: Skor = 25/50 x 100 = 50
b)      Penskoran ada koreksi jawaban yaitu pemberian skor dengan memberikan pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah dan tidak dijawab, adapun rumusnya sebagai berikut:
 X 100
 




B  = banyaknya butir soal yang dijawab benar
S   = banyaknya butir yang dijawab salah
P   = banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N  = banyaknya butir soal
Butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0
Contoh :
Pada soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal dengan 4 pilihan tiap butir dan banyaknya 40 butir, Amir dapat menjawab benar 20 butir, mejawab salah 12 butir, dan tidak dijawab ada 8 butir, maka skor yang diperoleh Amir adalah:
 X100
 




Skor = 40
c)     Penskoran dengan butir beda bobot yaitu pemberian skor dengan memberikan bobot berbeda pada sekelompok butir soal. Biasanya bobot butir soal menyesuaikan dengan tingkatan kognitif (pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi) yang telah dikontrak guru. Kita juga dapat membedakan bobot butir soal dengan cara lain, misalnya ada sekelompok butir soal yang dikembangkan dari buku pegangan guru dan sekelompok yang lain dari luar buku pegangan diberi bobot berbeda, yang pertama satu, yang lain dua. Adapun rumusnya sebagai berikut:
 
 




Bi = banyaknya butir soal yang dijawab benar peserta tes
bi = bobot setiap butir soal
St = skor teoritis (skor bila menjawab benar semua butir soal)
Contoh:
Pada suatu soal tes matapelajaran IPA berjumlah 40 butir yang terdiri dari enam tingkat domain kognitif diberi bobot sebagai berikut: pengetahuan bobot 1, pemahaman 2, penerapan 3, analisis 4, sintesis 5, dan evaluasi 6. Yoyok dapat menjawab benar 8 butir soal domain pengetahuan dari 12 butir, 12 butir dari 20 butir soal pehamanan, 2 butir soal penerapan dari 4 butir, 1 butir
soal analisis dari 2 butir, dan 1 butir soal sintesis dan evaluasi masing-masing 1 butir. Berapakah skor yang diperoleh Yoyok? Untuk mempermudah memberi skor disusun Tabel 6.1. sebagai berikut:

Domain butir soal
Jumlah butir
bi
Jlh butir x bi
Bi
Pengetahuan
12
1
12
8
Pemahaman
20
2
40
12
Penerapan
4
3
12
2
Analisis
2
4
8
1
Sintesis
1
5
5
1
Evaluasi
1
6
6
1
Jumlah =
40
-
St = 83
25


 
 



Skor  = 63,9 %
Jadi skor yang diperoleh Yoyok adalah 63,9%, artinya Yoyok dapat menguasai tes matapelajaran IPA sebesar 63,9%
2.      Penskoran pada bentuk soal uraian objektif
           Pada bentuk soal uraian objektif, biasanya langkah-langkah mengerjakan dianggap sebagai indikator kompetensi para peserta didik. Oleh sebab itu, sebagai pedoman penskoran dalam soal bentuk uraian objektif adalah bagaimana langkah-langkahmengerjakan dapat dimunculkan atau dikuasai oleh peserta didik dalam lembar jawabannya. Untuk membuat pedoman penskoran, sebaiknya Kita melihat kembali rencana kegiatan pembelajaran untuk mengidentifikasi indikator-indikator tersebut.Perhatikan contoh berikut;

Indikator : peserta didik dapat menghitung isi bangun ruang (balok) dan mengubah satuan ukurannya.

Butir soal:
Sebuah bak mandi berbentuk balok berukuran panjang 150 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 75 cm. Berapa literkah isi bak mandi tersebut? (untuk menjawabnya tuliskan langkah-langkahnya!)

Langkah
Kunci Jawaban
Skor
1
Isi balok = panjang x lebar x tinggi
1
2
= 150cm x 80cm x 75cm
1
3
= 900.000 cm3 (isi balok dlm liter)
1
4
= 900.000/1000 liter
1
5
= 900 liter
1
Skor maksimum
5

3.      Penskoran pada bentuk soal fill-in and completion (tes isian dan melengkapi)
Mengenai cara menilai tes bentuk ini dapat menggunakan rumus : S=R (S=Skor terakhir atau yang diharapkan, R=jumlah isian yang dijawab betul)
Contoh :
Misalkan sebuah tes berbentuk isian mengandung 30 isian. Ani mengerjakan tes tersebut 23 isian yang betul, 5 isian salah, 2 isian kosong (tidak dijawab). Maka skor ani = 23 (tiap isian diberi nilai satu).
4.      Penskoran pada bentuk soal true-false (tes benar-salah)
Setiap items tes bentuk true-false diberi skor maksimum 1 . jadi, apabila suatu item di jawab betul (sesuai dengan kunci jawaban), maka skornya adalah 1. Jika dijawab salah maka skornya 0. Untuk menghitung skor terakhir dari seluruh item biasanya dipergunakan rumus :
S = R – W
Ket : S = skor terakhir atau yang diharapkan
         R= Jumlah item yang dijawab betul
        W= Jumlah item yang dijawab salah
        N = banyaknya option; untuk true false
         1 = bilangan tetap
Contoh :
Misal jumlah item true-false (B-S) =20 .Seorang siswa bernama Andi menjawab betul 13 item, dan salah 7 item. Maka skor diperoleh Andi adalah:

   S = 13- 7 = 6 , Maka skor Andi adalah 6
5.      Penskoran pada bentuk soal matching (tes menjodohkan)
Rumus yang digunakan : S=R
Contoh :
Aldo dapat mengerjakan tes tersebut 7 item betul da  3 item salah. Maka skor yang diperoleh Aldo = 10-3 = 7 .

6.      Penskoran Soal Bentuk Uraian Non-Objektif
Prinsip penskoran soal bentuk uraian non-objektif sama dengan bentuk uraian
objektif yaitu menentukan indikator kompetensinya. Perhatikan contoh berikut;
Indikator    : peserta didik dapat mendeskripsikan alasan Warga Negara Indonesia bangga menjadi Bangsa Indonesia.
Butir soal   : tuliskan alasan-alasan yang membuat Kita berbangga sebagai Bangsa Indonesia!
Pedoman penskoran: Jawaban boleh bermacam-macam namun pada pokok jawaban tadi dapat dikelompokkan sebagai berikut.


Contoh Pedoman Penskoran

Kriteria jawaban
Rentang skor
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam Indonesia
0 – 2

Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air Indonesia
(pemkitangan alamnya, geografisnya, dll)
0 – 2

Kebanggan yang berkaitan dengan keanekaragaman budaya, suku,
adat, istiadat tetapi tepat bersatu.
0 – 2

Kebanggan yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat
Indonesia.
0 – 2

Skor tertinggi
8

7.      Pembobotan Soal Bentuk Campuran
Dalam beberapa situasi bisa digunakan soal bentuk campuran, yaitu bentuk pilihan dan bentuk uraian. Pembobotan soal bagian soal bentuk pilihan ganda dan bentuk uraian ditentukan oleh cakupan materi dan kompleksitas jawaban atau tingkat berpikir yang terlibat dalam mengerjakan soal. Pada umumnya cakupan materi soal bentuk pilihan ganda lebih banyak, sedang tingkat berpikir yang terlibat dalam mengerjakan soal bentuk uraian biasanya lebih banyak dan lebih tinggi. Suatu ulangan terdiri dari n1 soal pilihan ganda dan n2 soal uraian. Bobot untuk soal pilihan ganda adalah w1 dan bobot untuk soal uraian adalah w2. Jika seorang peserta didik menjawab benar n1 pilihan ganda, dan n2 soal uraian, maka peserta didik itu mendapat skor:
 





b1 = bobot soal 1
b2 = bobot soal 2

Contoh: Suatu ulangan terdiri dari 20 bentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan, dan 4 buah soal bentuk uraian. Titi dapat menjawab benar soal pilihan ganda 16 butir dan salah 4 butir, sedang bentuk uraian bisa dijawab benar 20 dari skor maksimum 40. Apabila bobot pilihan ganda adalah 0,40 dan bentuk uraian 0,60, maka skor yang diperoleh Titi dapat dihitung sebagai berikut;
a.       skor pilihan ganda tanpa koreksi jawaban dugaan : (16/20)x100 = 80
b.      skor bentuk uraian adalah : (20/40)x100 = 50
c.       skor akhir adalah : 0,4 x (80) + 0,6 x (50) = 62
E.     Pemberian Skor Tes pada Domain Afektif
Domain afektif ikut menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Paling tidak ada dua komponen dalam domain afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat terhadap suatu pelajaran. Sikap peserta didik terhadap pelajaran bisa positif bisa negatif atau netral. Tentu diharapkan sikap peserta didik terhadap semua mata pelajaran positif sehingga akan timbul minat untuk belajar atau mempelajarinya. Peserta didik yang memiliki minat pada pelajaran tertentu bisa diharapkan prestasi belajarnya akan meningkat secara optimal, bagi yang tidak berminat sulit untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, Kita memiliki tugas untuk membangkitkan minat kemudian meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran yang diampunya. Dengan demikian akan terjadi usaha yang sinergi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Langkah pembuatan instrumen domain afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai berikut:
Langkah pembuatan instrumen domain afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai berikut:
a.       Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.
b.      Tentukan indikator minat: misalnya kehadiran di kelas, banyak bertanya, tepat waktu mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi, dan sebagainya. Hal ini selanjutnya ditanyakan pada peserta didik.
c.       Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: sangat berminat, berminat, sama saja, kurang berminat, dan tidak berminat.
d.      Telaah instrumen oleh sejawat.
e.       Perbaiki instrumen.
f.       Siapkan kuesioner atau inventori laporan diri.
g.       Skor inventori.
h.      Analisis hasil inventori skala minat dan skala sikap.
Contoh:
Instrumen untuk mengukur minat peserta didik yang telah berhasil dibuat ada 10 butir. Jika rentangan yang dipakai adalah 1 sampai 5, maka skor terendah seorang peserta didik adalah 10, yakni dari 10 x 1 dan skor tertinggi sebesar 50, yakni dari 10 x 5. Dengan demikian, mediannya adalah (10 + 50)/2 atau sebesar 30. jika dibagi menjadi 4 kategori, maka skala 10-20 termasuk tidak berminat, 21 sampai 30 kurang berminat, 31 – 40 berminat, dan skala 41 – 50 sangat berminat.
1.      Penyusunan Tes Psikomotor
           Tes untuk mengukur ranah psikomotor adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai peserta didik. Tes tersebut menurut Lunetta dkk. (1981) dalam Majid (2007) dapat berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja. Skala penilaian cocok untuk menghadapi subjek yang jumlahnya sedikit. Perbuatan yang diukur menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat tidak sempurna sampai sangat sempurna. Jika dibuat skala 5, maka skala 1 paling tidak sempurna dan skala 5 paling sempurna. Misal dilakukan pengukuran terhadap keterampilan peserta didik menggunakan thermometer badan. Untuk itu dicari indikator-indikator apa saja yang menunjukkan peserta didik terampil menggunakan thermometer tersebut, misal indikator-indikator sebagai berikut:
1)        Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.
2)        Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
3)        Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
4)        Lama waktu pemasangan termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
5)        Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhunya.
6)        Cara membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler termometer.
            Dari contoh cara pengukuran suhu badan menggunakan skala penilaian, ada 6 butir soal yang dipakai untuk mengukur kemampuan seorang peserta didik jika untuk butir 1 peserta didik yang bersangkutan memperoleh skor 5 berarti sempurna/benar, butir 2 memperoleh skor 4 berarti benar tetapi kurang sempurna, butir 3 memperoleh skor 4 berarti juga benar tetapi kurang sempurna, butir 4 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, butir 5 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, dan butir 6 juga memperoleh skor 3 berarti kurang benar, maka total skor yang dicapai peserta didik.
tersebut adalah (5 + 4 + 4 + 3 + 3 + 3) atau 22. Seorang peserta didik yang gagal akan memperoleh skor 6, dan yang berhasil melakukan dengan sempurna memperoleh skor 30; maka median skornya adalah (6 + 30)/2 = 18. Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka yang memperoleh skor 6 – 12 dinyatakan gagal, skor 13 – 18 berarti kurang berhasil, skor 19 – 24 dinyatakan berhasil, dan skor 25 – 30 dinyatakan sangat berhasil. Dengan demikian peserta didik dengan skor 21 dapat
dinyatakan sudah berhasil tetapi belum sempurna/belum sepenuhnya baik jika sifat keterampilannya adalah absolut, maka setiap butir harus dicapai dengan sempurna (skala 5). Dengan demikian hanya peserta didik yang memperoleh skor total 30 yang dinyatakan berhasil dan dengan kategori sempurna.

Setelah kegiatan penskoran dilakukan maka tugas kita sebagai guru adalah mengolah skor-skor hasil tes menjadi skor stkitar atau nilai stkitar yang menggambarkan nilai prestasi para peserta didik mutu pembelajaran yang telah Kita lakukan selama waktu tertentu. Ada dua pendekatan yang umum dipakai oleh para guru, yaitu pendekatan: (1) Penilaian Acuan Norma atau disingkat PAN dan (2) Penilaian Acuan Patokan atau disingkat PAP.  
1.      Penilaian Acuan Norma (PAN)
PAN ialah penilaian yang  membandingkan  hasil belajar mahasiswa terhadap hasil dalam  kelompoknya. Tujuan penggunaan tes acuan norma biasanya lebih umum dan komprehensif dan meliputi suatu bidang isi dan tugas belajar yang besar. Tes acuan norma dimaksudkan untuk mengetahui status peserta tes dalam hubungannya dengan peserta yang lain yang telah mengikuti tes. Penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar  siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang menggunakan prinsip belajar kompetitif.

Ada beberapa pendapat tentang pengertian Penilaian Acuan Normatif  yaitu :
a)      PAN adalah nilai sekelompok peserta didik (siswa) dalam suatu proses pembelajaran didasarkan kepada tingkat penguasaan di kelompok itu.
b)      PAN adalah penilain acuan normatif yaitu dengan cara membandingkan nilai seorang siswa dengan nilai kelompoknya. Jadi dalam hal ini prestasi seluruh siswa dalam kelas atau kelompok dipakai sebagai dasar penilaian.
c)      Pengolahan dan pengubahan skor  mentah menjadi nilai dilakukan dengan mengacu pada norma atau kelompok.[3]

Dari beberapa pengertian dapat di simpulkan bahwa PAN adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok, nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang  lain yang  termasuk dalam kelompok itu.

Kriteria dan Ciri-ciri PAN
Penyusunan penilaian acuan normatif  tidak ditekankan untuk mengukur penampilan yang eksak dari bebavioral objectives. Dengan kata lain soal-soal pada pan tidak didasarkan atas pengajaran yang diterima siswa atau atas  ketrampilan atau tingkah laku yang  diidentifikasikan sebagai sesuatu yang dianggap releva bagi belajar siswa. Pada proses belajar, penilaian nilai normatif pada umumnya banyak dilakukan oleh seorang guru. Penekanan dalam penilaian untuk proses belajar, seorang  menggacu pada ketentuan atau norma yang berlaku disekolah, disamping itu seorang guru dapat menggunakan acuan normatif  Nasional. Untuk melakukan itu guru dapat membandingkan hasil belajar yang dapat dicapai didalam kelas dengan acuan norma yang ada, termasuk pencapaian lulusan siswa dengan standar nasional yang besarnya 4,26. Apabila ternyata hasil pencapain belajar dikelas  tidak berbeda secara singnifikan berarti para siswa dapat dikatakan memiliki kemampuan baku.
Contoh cara penilaian yang pernah dilakukan untuk menentukan kelulusan (lulus-tidaknya) seorang siswa dalam UAS (Ujian Akhir Semester) untuk SMTP dan SMTA pada akhir tahun ajaran. Dari hasil UAS itu diperoleh nilai UAS, yang berasal dari hasil penilaian panitia ujian dengan menggunakan patokan prosentase, yang menunjukan tingkat kemampuan atau penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diujikan. Dengan kata lain, nilai UAS merupakan hasil penilaian dengan cara PAP. Akan tetapi, setelah nilai-nilai UAS itu. pada umumnya sangat rendah sehingga tidak memenuhi syarat untuk dapat dinyatakan lulus, kemudian nilai-nilai itu diolah ke dalam PAN dengan menggunakan rumus tertentu dengan maksud agar nilai-nilai tersebut dapat diperbesar.
Rumus yang digunakan:
PAN = (p + q + nR)/(2+n)
Ket:
p = Nilai rapor semester ganjil
q = Nilai rata-rata subsumatif semester genap
R = Nilai UAS
n = Koefisien dari nilai UAS/Koefisien R
Dengan ketentuan bahwa rentangan harga n bergerak dari 2 sampai dengan 0,5, hal ini dimaksudkan agar masing-masing daerah dapat menyesuaikan dengan kondisi wilayahnya (koefisien R).

Misalkan seorang siswa SD di Kotamadya Semarang dimana koefisien R(n) kanwil Semarang adalah 0,75 memperoleh nilai p= 5, nilai q= 8 dan hasil UASnya (R)=4. dengan rumus yang berlaku, di Semarang nilai siswa tersebut menjadi:

N= (p+q+nR) / (2+n)
N= (5+8+(0,75x4) / (2+0,75)
N= 16 / 2,75
N= 5,82
Nilai 5,82 itulah yang dicantumkan dalam Rapor.

Ciri-ciri PAN antara lain sebagai berikut
a.       Tidak untuk menentukan kelulusan seseorang, tetapi untuk menentukan rangking mahasiswa dalam kelompok tertentu .
b.      Memetakan  perbandingan antara mahasiswa : mahasiswa dinilai dan diberi rangking antara stu dengan yang lainnya.
c.       Menggaris bawai perbedaan prestasi antara mahasiswa.
d.      Hanya mengandalkan nilai tunggal dan perangkat tunggal.[8]

Kelebihan  dan  kekurangan  PAN
a.  Kelebihan PAN
1)        Kebiasan penggunaan penilaian berdasarkan refrensi norma atau  kelompok  dipendidikan tinggi.
2)        Diharapkan tinggat kinerja yang sama terjadi pada setiap kelompok mahasiwa.
3)        Bermanafaat untuk membandingkan mahasiswa atau penghargan utama untuk sejumlah mahasiswa tertentu.
4)        Mendukung  tradisional kekukuhan akademis dan menggunakan standar.
b.      Kekurangan PAN  
1)   Sedikit menyebutkan kompetensi mahasiswa apa yang mereka ketahui atau dapat mereka lakukan.
2)   Tidak fair karena peringkat mahasiswa tidak hanya bergantung pada tingkatan prestasi, tetapi juga atas prestasi mahasiswa lain.
3)   Tidak dapat diandalkan mahasiswa yang gagal sekarang mungkin dapat lulus tahun berikutnya.

2.      Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Kita sebagai guru harus menentukan sejak awal manakah pendekatan yang dipakai untuk mengubah skor-skor peserta didik menjadi nilai. PAP Kita pilih sebagai pendekatan apabila Kita berkeinginan membandingkan skor peserta didik dengan suatu nilai sekitar yang sudah ditentukan berdasarkan skor teoritisnya. Skor teoritis adalah skor maksimal apabila menjawab benar semua butir soal dalam suatu perangkat tes. Selain itu PAP dipilih dengan pertimbangan bahwa perangkat tes yang dipakai untuk mengukur prestasi peserta didik merupakan perangkat tes terstkitar yang terjamin reliabilitas dan validitasnya. Melihat prinsip PAP sebagai pendekatan konversi skor-skor prestasi, maka pendekatan ini cocok digunakan untuk penilaian formatif, yaitu asesmen yang dilakukan pada setiap akhir satuan pelajaran yang berfungsi untuk perbaikan proses pembelajaran yang Kita lakukan. Sejak tes formatif belum Kita mulai, Kita sudah dapat menentukan suatu kriteria keberhasilan pembelajaran yang Kita lakukan dengan memberikan patokan atau stkitar melalui skor teoritis.
Pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) disebut juga penilaian dengan norma absolut atau kriteria. Pendekatan PAP berarti membandingkan skor-skor hasil tes peserta didik dengan kriteria atau patokan yang secara absolut/mutlak telah ditetapkan oleh guru. Jadi skor peserta didik tidak dibandingkan dengan kelompoknya tetapi skor-skor itu akan dikonversi menjadi nilai-nilai berdasarkan skor teoritisnya. Umumnya seorang guru yang menggunakan PAP sudah dapat menyusun pedoman konversi skor-skor menjadi nilai standar sebelum tes dimulai. Oleh sebab itu, umumnya hasil pengukuran dari periode ke periode berikutnya dalam kelompok berbeda maupun yang sama akan dapat dipertahankan keajegannya atau konsistensinya. Hasil penerapan PAP dalam penilaian peserta didik akan dapat Anda ramalkan dengan terlebih dahulu melihat skor teoritis dan kualitas para peserta didik dalam kelompok atau kelas. Misal pada penilaian dengan skala-5, PAP Anda berlakukan pada kelompok/kelas yang kurang pandai maka diperkirakan banyak peserta didik mendapatkan nilai prestasi kurang, yaitu ditandai dengan banyaknya peserta didik dengan nilai E, D, serta C sedangkan nilai B dan A lebih sedikit seperti pada kurva-A berikut.
 





Apabila PAP diberlakukan kepada kelompok/kelas dengan rata-rata pandai maka diperkirakan distribusi nilai seperti pada kurva-B. Peserta didik yang mendapat nilai E, D, dan C lebih sedikit bila dibandingkan jumlah peserta didik dengan nilai B dan A. Secara ideal dalam sudut pandang produk penilaian maka kurva yang diharapkan terjadi dalam PAP adalah kurva-B, namun apabila memberikan hasil seperti kurva-A bukan berarti Anda gagal dalam pembelajaran, tetapi sebagai sebuah proses Anda diwajibkan mengidentifikasi proses pembelajaran yang telah berlangsung dan menemukan titik lemah pembelajaran kemudian melakukan perbaikan-perbaikan. Distribusi nilai suatu kelas/kelompok mungkin saja membentuk kurva-A apabila perangkat tes yang digunakan memiliki butir-butir soal yang terkategori ”sulit” meskipun prestasi mereka di atas rata-rata. Sebaliknya suatu kelas/kelompok dengan prestasi di bawah rata-rata, distribusi nilainya akan membentuk seperti kurva-B karena perangkat soalnya terlalu mudah. Sebab itu, sekali lagi PAP akan dapat menggambarkan prestasi siswa yang obyektif bila perangkat tes yang digunakan adalah perangkat tes terstandar.




BAB III
PENUTUP

      Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar ada tiga ranah yaitu afektif, kognitif, & psikomotor. Adapun untuk mengetahui hasil belajar tersebut adalah dengan dilakukanya evaluasi, baik berupa tes maupun non tes.
Penskoran adalah pembuatan skor hasil tes prestasi peserta didik berdasarkan modeltipe soal dan pembobotannya pada suatu perangkat tes, umumnya hasil penskoran dirupakan dalam bentuk angka. Untuk bentuk soal tes objektif bisa digunakan rumus yang masing- masing telah di tentukan. Cara menskor soal-soal essay sebaiknya nilai jawaba-jawaban soal essay dalam hubungannya dengan hasil belajar yang sedang diukur, lalu evaluasilah semua jawaban-jawaban siswa soal demi soal, dan bukan siswa demi siswa, evaluasilah juga jawaban-jawaban soal essay tanpa mengetahui identitas atau nama murid yang mengerjakan jawaban itu.
PAP disebut juga penilaian dengan norma absolut atau kriteria. Cocok digunakan untuk penilaian formatif, yaitu asesmen yang dilakukan pada setiap akhir satuan pelajaran yang berfungsi untuk perbaikan proses pembelajaran yang Kita lakukan. PAN adalah penilaian yang mengacu kepada norma untuk menentukan kedudukan atau posisi seorang peserta didik di antara kelompoknya. biasanya mengukur sejumlah besar  perilaku  khusus dengan sedikit butir tes untuk setiap perilaku. menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat pencapaian belajar secara relatif. digunakan terutama untuk survey. lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu sulit.

     Berdasarkan  kesimpulan diatas, maka setiap sebaiknya kita sebagai guru hendaklah mengetahui benar bagaimana proses pengolahan nilai yang baik. Agar nantinya hasil belajar yang kita harapkan akan dapat terevaluasi dan terbaiki dengan sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 1992
Purwanto, Ngalim. 2009. Prinsip-prinsip dan Tehnik Evaluasi Pembelajaran.Bandung: PT Remaja Rosdakarya
http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Mata%20Kuliah%20Awal/Assesment%20Pembelajaran/BAC/assessmen_pembelajaran_6.pdf
 

No comments:

Post a Comment