GURU
OH GURU
Walau
sedikit memincingkan asumsi ketika melihat tayangan yang berjudul “
"2020Future - Trends, Inventions & Technology For The Next 7 Years"” atau “Watch your day in 2020” di youtube jauh dan begitu terasa berat untuk bangsa
indonesia mencapainya. Dan bahkan kurun waktu 5 tahun silam saja kata “internet”
masih sangat asing dan mungkin tidak akrab di telinga para pencetak generasi. Apalagi
didaerah pedalaman seperti tempat kami. Dan mungkin fenomena tersebut tidak
hanya berlaku ditempat kami saja, karena ternyata di daerah perkotaan yang
hingar bingarnya non-predikteble juga mengalami hal serupa.
Namun
kita harus optimis akan adanya loncatan yang luar biasa. Yang akan mengguncang
dan menggetarkan “pendulum teknologi” kita. Dan terbuktilah. Beberapa tahun
terakhir ini saja hal ihwal mengenai teknologi informasi sudah serasa begitu
akrab dan melekat bagi para guru. Semakin menggema. Apalagi sejak adanya program yang dikeluarkan pemerintah
sebagai media untuk pendataan, seperti DAPODIKDAS, PADAMUNEGERI, ataupun
BIOSYSTEM. Program tersebut harus dilaksanakan oleh guru dan harus menggunakan
teknologi Inforamsi dengan sistem komputerisasi. Hal tersebut terasa pil pahit
yang mau tidak mau harus ditelan oleh guru-guru di Indonesia sebagai obat untuk
“buta teknologi”. Khususnya bagi guru yang ditasbihkan oleh sekolahanya untuk
menjadi operator sekolah. Secara berlahan dan merangkak walau dengan segala
penolakan dan permasalahnnya, akhirnya paling tidak ada satu orang guru di
sekolahan yang menguasai teknologi. Dengan begitu, diharapkan akan menularkan
ke guru-guru yang lain.
Dan
akselerasipun terjadi. Banyak dari guru-guru sekarang yang sudah menguasai
teknologi Informasi. Bahkan pegangan merekapun sudah luar biasa. Apa karena
hanya sekedar gengsi atau apa, hampir setiap guru sudah mempunyai peralatan
teknologi yang terkini dan berfitur lengkap. Mulai dari telfon genggam, leptop
hybrid hingga tablet yang mereka punyai adalah keluaran terkini. Sehingga
dengan mudahnya mereka berinternet ria. Dan mampu menjelajah dunia dengan
menjentikan jari saja tanpa melangkah sejengkalpun. Hal ini tentunya butuh
konsekuensi yang tidak hanya ditelan mentah-mentah sebagai kebanggan,
keberhasilan bahkan suatu kemajuan. Karena Berdasarkan survey data dari..... negara Indonesia tercinta ini berada
diperingkat ketiga sebagai negara yang penduduknya paling sering dan paling
banyak mengkses internet. Kita patut berbangga akan hal itu. Namun pencapaian
tersebut dinilai 0, karena kebanyakan yang diakses hal-hal yang dinilai sebagai
hal yang tidak ilmiah. Banyak yang hanya berkutat pada media sosial saja, dan
bahkan konten-konten yang cenderung negatif.
Tidak
terkecuali para guru yang notabene
melek informatikanya diterjemahkan sebagai hal yang positif dan dapat membantu mengupgrade proses pendidikan yang tidak
lain bermuara pada meningkatkan derajat bangsa. Tapi apakah itu sudah tercapai
dengan sempurna?, rasanya belum. Melihat kenyataan banyak forum-forum,
group-group di internet dan atau di media sosial seperti facebook, twitter,
BBM, dan media lainya berisikan guru-guru. Tapi apa yang mereka tayangkan dan
update bukan sesuatu yang mendidik, bahkan terkesan ikut-ikutan terjerembab
pada hal-hal yang jauh dari hal yang merusak. Seperti halnya lubang hitam yang
tarik-menariknya suatu hal tersebut mengakibatkan sebuah lubang kelam yang akan
merenggut kesemuanya.
Pandangan
masyarakat terhadap guru mengendor dan semakin memudar. Dahulu mereka yang
mendewa-dewakan sosok guru, memundakkan pengharapn mereka ke guru, mengganggap
guru itu adalah seorang manusia super yang tangguh, rendah hati, ikhlas, patut
ditiru, dieluk-elukan dan sebagainya. Menguap begitu saja tanpa bekas. Mereka
lupa akan siapa mereka sebenarnya, tentang fungsi mereka dicetak dan diciptakan
oleh pemerintah. Apakah karena memang invidualistis para guru sendiri yang
bobrok? apa karena sistem rekruitmenya yang busuk?. Yang senyatanya guru yang dimaktubkan
tidak melek informatika, dan tidak lebih pandai, seperti produk SPG dahulu
terasa lebih pantas disebut guru ketimbang saya dan para guru lainnya produk
dari Universitas ataupun Insintut Pendidikan sekarang.
Guru
sebagai media pencetak saja seperti itu?. Apakah “yang dicetak” nantinya akan
menjadi sesuatu yang sempurna?. Mungkin kemurahan Alloh saja jika ada seklumit
dari sekian. Sungguh singularitas yang luar biasa.
Karena
hal tersebutlah mungkin seorang Guru Besar dan mantan rektor sebuah Universitas
Pendidikan yang cukup terkenal di Indonesia menggagas ide. Kalau sebaiknya
lembaga pencetak guru dikemas selayaknya akademi yang mencetak POLISI, ABRI, atau
semacamnya. Para calon guru akan digemlbeng sedemikian rupa sehingga nantinya
akan menjadi “guru generasi emas”. Yang mampu membabat segala belukar
problematika pendidikan. Itu harapanya. Mungkin akan berhasil seperti di negeri Korea sana.
Tapi apakah SDM kita akan mampu?, atau jangan-jangan malah akan menimbulkan
suatu kebusukan lain seperti kasus-kasus yang terjadi di IPDN?, entahlah. Yang
jelas mungkin para guru di Indonesia ini perlu memiliki suatu landasan yang
disebut sebagai landasan Filosofis. Alasan mengapa para guru perlu memiliki
landasan filosofis pendidikan. Pertama karena pendidikan bersifat normatif, oleh
sebab itu dalam suatu rangka pendidikan diperlukan suatu panduan, acuan atau pondasi
yang bersifat objektif, prespektif atau
normatif. Landasan Filsafat pendidikan yang bersifat prespektif atau normatif
ini akan memberikan petunjuk tentang apa yang seharusnya ada dalam pendidikan
atau apa yang dicita-citakan dalam pendidikan. Kedua bahwa pendidikan tidak
hanya cukup dipahami melalui pendekatan yang bersifat parsial dan deskriptif
saja, melainkan perlu dipandang secara holistik pula.
Kejanggalan
itu mungkin tidak akan terurai jika saja para guru paham, memahami dan mengaplikasikan kedalam dunia
pendidikan “supersimetri theory”-nya
Stephen W. Hawking.
Bambang
Sujarwo
Guru Pengabdian di SDN 01 Notogiwang
Kec.
Paninggaran Kab. Pekalongan
benk2kartoon@gmail.com
No comments:
Post a Comment